Minggu, 20 Januari 2013

Aku Kehilangan Diriku


Aku Kehilangan Diriku


   Aku mulai kehidupan yang aneh ini sejak satu dekade silam kini usiaku sudah dua kali lipat sejak keanehan itu muncul, hanya akulah sajalah yang mengetahui tentang ini semua, karena tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya baik Ayah dan Ibu.
   Aku ingat sekali kejadian satu dekade lalu , ketika itu aku sedang keluar rumah untuk makan bersama Ayah, kami makan di sebuah kafĂ© pinggir jalan yang biasa aku datangi bersama Ayah, tepatnya di jalan pasar baru, kafe yang baru dibuka sehabis senja , kafe yang berdiri dengan bantuan beberapa tiang sebagai pondasinya dan beratapkan terpal itu aku singgahi, ketika aku dan ayah sedang menikmati hidangan tiba-tiba ada seseorang lelaki yang tidak jelas asal usulnya datang dengan penuh ketakutan yang terlukis pada mimik wajahnya, nafas yang keluar dari rongga hindungnya pun tenrdengar cepat sekali, seperti sedang ada bencana besar yung sedang mendekatinya , ternyata dugaanku benar ia langsung menghampiri meja makanku, lalu menggendongku dan memakaikanku sebuah kalung yang tidak aku ketahui itu kalung apa , Ayahku langsung bangun dari duduknya lalu berkata
  “kau siapa ? turunkan Uka anakku sekarang”
  “lebih baik tuan duduk sebelum ajal menjemput tuan” serunya dengan pendangan tajam menuju Ayahku.
   Ayah pun mengikuti instruksi lelaki itu dan semua pengunjung di kafe itu pun ketakutan semua, jika Ayahku yang memiliki postur tubuh agak besar saja dibuatnya tidak berdaya apalagi mereka mungkin itu pikirnya. Tidak lama kemudian beberapa mobil polisi pun langsung mengepung kafe itu lalu dengan toa mereka menginstruksikan agar semua pengunjung dan pengelola segera pergi dari kafe itu pergi, mereka pun pergi semua kecuali ayah yang masih duduk di tempatnya, laki-laki itu pun tersenyum  lalu ia berkata padaku
   “kini penerusku adalah engkau nak, kau akan jadi apa yang kau mau dengan itu” serunya
 lalu ia melemparku pada Ayah hingga membuat kami berdua terjatuh menyentuh bumi, beberapa polisi pun masuk ke kafe itu dengan timah panasnya menembak pria yang tadi menggendongku dengan dua tembakan yang mengenai kepala dan dada laki laki itu, ketika laki laki itu terjatuh dan terbujur kaku Ayah tiba-tiba seperti orang kebingungan lalu langsung bangun dan melihat ada seorang lelaki yang tewas tertembak, ada beberapa polisi beserta mobilnya di luar kafe dan ada pula polisi yang mengangkut mayat lelaki itu. Lalu polisi itu bertanya kepada Ayah.
   “bapak baik-baik saja ?”
   “ada apa ini pak ?” jawab ayahku bingung
   “hah, jadi bapak yang ada dalam sini tidak tahu tadi ada baku tembak di tempat ini”
   “tidak sama sekali pak tadi seingat saya, saya hanya sedang makan saja disini lalu ketika saya sadar saya sudah tergeletak jatuh disini” jelas Ayah sambil menunjuk tempat tadi ia terjatuh bersamaku, karena lelaki yang tidak jelas itu melemparku ke arah Ayah yang membuat kamu berdua terjatuh.
   “baiklah pak ,di tempat ini kami sedang menjalankan tugas untuk menangkap ketua mafia pembobol bank yang selalu lolos dalam pengejaran, mungkin tadi bapak terhipnotis olehnya karena dia bukan orang sembarangan pak, untung saja bapak masih hidup biasanya iya selalu mengorbankan orang lain disekitarnya ketika terjadi penembakan” jelas polisi itu
   “jadi seperti itu pak, Alhamdulillah, ayo Uka kita pulang dari tempat ini” lalu aku dan ayah langsung pulang kembali ke tempat bernaung kami.
   Sejak itu aku merasa aneh sekali ketika aku pegang kalung yang laki-aki tadi berikan itu tiba tiba orang disekitarku tidak dapat melihatku, lalu ketika kutatap wajah orang-orang disekitarku seolah aku bisa membaca pikiran mereka  , sebenarnya apa yang terjadi dengan kehidupanku ,aku dapat tidak terlihat  juga dapat membaca pikiran orang , ketika aku lulus SMA, aku sulit sekali mendapat kerja dan aku sering sekali memanfaatkan kesaktianku itu kugunakan untuk hal hal yang buruk seperti mencuri uang orang-orang tajir yang bermukim dikompek sebelah pemukiman warga menengah sepertiku, itu kulakukan karena kondisi keluargaku sangat kritis lagipula hasil dari itu tidak untukku semua, ada sebagian kuberikan kepada teman dan tetanggaku yang kurang mampu juga, saat itu dapat kulihat apa yang warga pikir tentang diriku , Uka Apais adalah seorang yang baik hati, seorang pahlawan di kampung kami karena mau membagikan rezekinya kepada yang membutuhkan, walau Ayah dan Ibu sering bertanya aku mendapatkan uang sebanyak itu dari mana, dan bekerja apa diluar sana, aku bilang saja uang itu adalah uang tip dari orang yang kulayani, dapat upah lebih dari bos, padahal aku tidak bekerja untuk siapapun hanya pergi ke warung kopi pada siang hari lalu kembali ketika senja dan melakukan aksiku , tetapi segala alasan kubuat agar mereka percaya terhadapku walau aku sudah mengetahui pikiran Ayah dan ibuku yang masih ragu akan jawabanku, yang masih ingin tahu apa yang sebenarnya kukerjakan hingga aku mendapat uang sebanyak itu tapi biarlah semua ini biar aku yang menanggung aku takut meteka berdua kecewa terhadapku jika aku jujur.
    Namun lama kelamaan  warga kampung kami geger dengan masuknya warga dari komplek sebelanh yang melaporkan kepada polisi bahwa uang mereka banyak yang hilang selama beberapa tahun belakangan dan mengira warga kami lah dalangnya , warga kampung kami dituduh macam-macam dari memelihara tuyul dan babi ngepet , hingga beberapa polisi masuk dan menggeledah setiap rumah dari kampung kami itu, muak sekali aku terhadap warga komplek itu biar kuberi pelajaran nanti mereka ,siapa suruh bermewah-mewahan di atas penderitaan warga kami, yang setiap hari berusaha dengan susahnya mencari sesuap nasi, memberi sedikit sedekah saja tidak mau padahal uang yang tersimpan masih banyak sekali apa ingin ia bawa mati nanti itu semua hartanya pikirku.
   Akhirnya kuputuskan agar tidak melanjutkan aksiku lagi untuk saat ini, ketika kampung sudah aman barulah aku kembali beraksi lagi , lama kelamaan persediaan uangku mulai menipis disaat bersamaan banyak sekali tetanggaku membutuhkan bantuan keluarga ku, mereka bertanya-tanya kepada Ibu dan Ayah bisakah membantu mereka meminjamkan mereka sedikit uang,  Ibu dan Ayah pun langsung menanyaiku, lalu aku bilang saja kepada mereka bahwa saat ini kantor sedang pailit jadi pegawainya pun ikut terkena imbasnya. Bingung sekali aku karena sudah lama aku tidak beraksi lagi, uang persedianku pun menipis dan sehari hari aku hanya pergi kewarkop yang letaknya cukup jauh dari rumahku, untuk pura-pura pergi bekerja kepada Ayah dan Ibu.
   Dari situ munculah presepsi banyak orang bahwa keluarga kami lah yang menjadi dalang tercorengnya nama kampung kami, ketika aku keluar dari ruangan yang biasa kutempati untuk menyeberangi malam-malamku kulihat dalam pikiran Ayah yang sangat resah dengan tuduhan warga begitu juga Ibu, ketika mereka melihatku aku melihat dalam pikiran mereka berdua , mereka ingin menanyakan sebenarnya dari mana asal uang yang aku dapatkan selama ini dan ingin bermain ketempat kerjaku , sebelum aku ditanya oleh mereka lebih baik aku keluar saja pikirku , lalu Ayah berkata padaku
   “mau kemana kau nak ?”
   “seperti biasa aku mau bekerja Ayah”
   “duduk dulu nak, ada yang ingin Ayah tanyakan padamu”
   “nanti saja Ayah sehabis pulang bekerja aku lagi sibuk” langsung saja aku keluar rumah tanpa menghiraukan Ayah, ketika beberapa langkah keluar kudapati banyak warga sekitar , ketika mereka melihatku, aku dapat melihat segala pikiran mereka , semuanya hampir sama berpikir buruk tentang diriku dan keluargaku walau ada dari mereka yang menyapaku ,menanyakan aku mau berangkat bekerja, kubalas saja dengan senyuman, lalu kulanjutkan berjalan menuju tujuan utamaku, untuk apa membalas tanya basa-basi orang dengan topeng itu , dari luar baik ternyata di dalamnya berbeda.
    Sudah dua angkot ku taiki dan kini tinggal beberapa langkah lagi aku sampai kepada sebuah tempat yang biasa kudatangi itu, yang menyuguhkan beberapa kopi, aneka gorengan dan makanan-makanan instan seperti bubur dan mie instan, ditempat yang ruanganya memeiliki empat sisi membentuk persegi panjang yang  tidak terlaru besar  dan hanya berpintukan oleh kain itu saja tersedia dua bangku panjang yang satu agak panjang ,dan yang satu lagi hanya setengah dari bangku itu , aku langsung memesan sebuah kopi lalu duduk di bangku yang panjang itu di samping seorang lelaki tua, satu satunya pengunjung yang ada ditempat ini, ia sedang menikmati kopi sambil menghisap kretek , walaupun dari mimik wajahnya terlihat seperti orang yang sedang mengalami masalah besar dalam hidupnya tapi dalam pikiranya tidak kutemukan apa-apa hanya rasa santai dan tanpa masalah, lalu lelaki dengan dengan kerutan wajah dan pori pori yang sudah terlihat diwajahnya itu melihatku ketika kopi yang kupesan itu telah selesai dibuat oleh pelayan tempat sederhana ini ia bertanya kepadaku.
   “ada masalah apa kau nak? Masih muda kok banyak sekali pikiran” tanyanya yang membuatku binggung, bagaimana ia bisa tahu masalahku padahal aku sama sekali tidak menampakkan kegelisahan dalam wajahku apa jangan-jangan ia memiliki kelebihan yang sama dengan diriku pikirku.
   “tidak perlu bingung nak, kakek sudah tahu bagaimana kebiasaan orang walau kamu tidak terluhat gelisah, maklum kakek kan sudah terlalu lama memikmati dunia ini” tanyanya lagi sambil  mengeluarkan kebulan asap dari mulutnya.
   “iya kek, aku bingung sekali terhadap warga disekitar kampungku ,padalah keluargaku sudah banyak membantu mereka, tetapi sekarang malah mereka yang menuduh keluargaku macam-macam” jawabku
   “oh jadi itu masalahmu , tidak perlu bingung nak manusia memang seperti itu disaat kita di atas mereka pasti manyanjung kita, ketika sudah sulit barulah mereka dapat lebih menyulitkan lagi”
   “iya kek benar sekali banyak mereka yang memakai topeng sebagai teman lalu ketika dibuka malah mencoba menjatuhkan, oia kakek dari mana ?sepertinya aku baru melihat kakek disini”
   “tidak perlu kau tanyakan kakek dari mana , sebenarnya kakek tahu niat kamu memang baik tetapi kamu salah nak, sebaiknya gunakanlah kelebihanmu itu untuk hal yang lebih bermanfaat lagi sebelum itu menjadi boomerang bagi dirimu ,bukankan kau telah melihat sebelumnya yang terjadi kepada orang sebelum engkau” aku langsung terkejut mendengar jawaban itu, dari mana ia tahu semuanya , padahal kalung itu saja telah tertutup oleh kausku.
   “lebih baik kau pikirkan lagi kata-kata kakek ,kau memang baik tetapi masih ada sedikit pikiran kotor di otakmu jadi pikirkan lah baik-baik sekarang” tegasnya ,lalu langsung lelaki tua itu berdiri dan membayar apa yang ia pesan , lalu keluar dan menatapku dengan senyuman dan berkata lagi padaku.
   “pikirkanlah baik-baik ya nak jangan gegabah” ucapnya dan langsung keluar dari warkop itu.
   langsung saja aku bangun dari kursi itu dan mencoba mengejarnya tetapi ketika kau keluar kakek itu sudah menghilang, lalu aku kembali masuk dan menghabiskan kopi yang kupesan dan berfikir apakan aku harus beraksi atau tidak, dan aku memutuskan untuk tidak beraksi lalu hanya berjalan-jalan menunggu senja barulah aku pulang.
    Setibanya dirumah aku langsung masuk kedalam ruangan tempatku melewati malam-malamku, di atas empuknya tumpukan kapuk yang terdapat di dalam ruangan empat sisi ini aku memikirkan kejadian di warung kopi tadi, seorang Kakek yang tidak jelas dari mana, menasehatiku lalu tiba-tiba menghilang. Tiba-tiba Ibu masuk kedalam kamarku dan memberi tahu bahwa rumah temanya yang anaknya adalah temanku sewaktu SMA itu terbakar habis dan Ibu ingin sekali membantunya ia menanyakan kepadaku apakah aku memiliki sedikit rezeki untuk disumbangkan kepada mereka dan berkunjung kemereka, lalu kujawab besok saja sepulang aku bekerja kita mengunjungi mereka dan Ibupun mengiyakanya.
    Keesokan harinya aku kembali ketempat kopi yang biasa kukunjungi itu lalu berpikir bagaimana aku harus mendapatkan uang untuk membantu teman Ibuku dan temanku juga ,karena pikiranku saat itu sedang buntu aku memutuskan keluar dan mencari tempat untuk berpikir sejenak, aku putuskan untuk berjalan hingga kutemui tempat yang pas untuku berpikir tetapi tidak kutemui tempat yang kucari itu, mataharipun semakin menuju ke ufuk barat, akupun masih terus berjalan lalu kulihat ada sebuah tempat dimana orang-orang mengambil uang tabunganya, dan ada seseorang yang sedang mengambil uangnya di sebuah ATM yang terdapat di tempat itu, tanpa berpikir panjang aku langsung menuju gang kecil yang ada di seberang tempat itu lalu memegang kalungku sehingga aku tidak terlihat, ku datangi seorang yang masih ada didalam tempat pengambilan uang itu ternyata ia wanita tua pasti sangat mudah pikirku ,lalu aku masuk dan memukul kepala perempuan itu sehingga ia tak sadarkan diri lalu aku ambilah semua uang yang terdapat di dalam tasnya itu dan memasukan kesetiap sakuku.
    Lalu aku memutuskan untuk segera pulang dan pergi ke rumah temanku yang Ibunya merupakan teman Ibuku pula , belum sampai kerumah aku memutuskan membeli beberapa minuman disebuah warung pinggir jalan tiba tiba kulihat disebuah warung yang terdapat televisi ada berita yang mengabarkan tentang perampokan yang terjadi di sebuah ATM dan ternyata itu adalah aku, wajahku terlihat di berita itu , dengan langkah panjang aku berlari menuju tempat yang sunyi membuat diriku tak terlihat dan tak tahu harus berbuat apa, betapa bodohnya aku ,aku tidak berpikir bahwa terdapat kamera CCTV di dalam ATM itu , aku tidak mendengarkan nasehat kakek tua itu , kini setiap warga pasti sudah mengetahui tentang diriku dan mungkin aku sudah menjadi buruan para polisi hanya penyesalan yang terjadi saat itu, kuputuskan untuk tidak membuat malu keluargaku lebih dalam lagi kini sebuah pukulan keras sedang menuju kekepalaku, aku berjalan menuju jembatan penyeberangan , kubuang kalung itu ke sebuah aliran sungai satu-satunya yang mengalir di sepanjang ibukota , tanpa berfikir panjang akhirnya akupun melompatinya dan mengakhiri hidupku sebelum tubuhku terjatuh munculah wajah kakek yang kutemui di warung kopi itu ia sempat berkata padaku.
   “kau memang anak yang baik nak, coba saja kau mau ikuti sedikit saranku pasti kalung itu tidak akan menguasaimu, dan kau tidak akan bertemu pemilik kalung itu sebelumya di alam setelah alam yang akan kau tinggalkan ini”
   Dan akupun mati karena kecerobohan diriku dan karna aku bukan menjadi diriku sendiri.



Kartini, November 2012
Dos Santos