Secerca Cahaya DariMu
O’iem Dos Santos
Aku
berjalan dengan satu lilin yang sedikit menuntunku di kelamnya malam-malam ku ,
melewati cerita demi cerita dengan keadaan yang sangat tragis seperti ini
memang membuatku tertekan dan hampir putus asa, selain tercipta dalam keadaan yang
lain dari pada manusia selayaknya aku juga sudah masuk kedalam lembaran buku
yang sudah rusak, cover yang mulanya
lengkap kini tinggal setengah saja belum lagi sobekan sobekan ditiap lembar
halamanya untuk menuju lembar selanjutnya butuh perjuangan keras untuk mencari
agar tulisan yang rusak itu dapat kutemui.
Dengan secerca
cahaya aku melanjutkan malam malamku yang kupikir masih teramat panjang itu,
walau ku selalu berharap agar cerita hidupku akan segera mencapai akhir
halamanya dan menuju alam yang tentu saja setiap manusia pasti akan menemuinya,
dengan bantuan alat buatan ahli kesehatan inilah aku masih bisa melangkah tegak
walau ku hanya memiliki satu penyangga , ya walau ini hanyalah penyangga
imitasi yang tak mampu berbuat banyak ,tapi
cukup membantuku untuk menjalani ceritaku yang selalu saja tanpa matahari ini.
***
Disetiap lembaran
baru cerita kubuka ,kumulai dengan memetik senar demi senar menaiki sebuah
kendaraan besar yang selalu mengantar
banyak orang kepada tujuanya disetiap harinya , dan berkat merekalah ceritaku
masih dapat bertahan hingga sekarang , kadangkala ku berpikir bahwa aku hidup
dari belas kasihan mereka yang tidak
tega melihat orang yang tidak sempurna sepertiku, yang untuk menaiki kendaraan
yang meraka taiki ini perlu bantuan dari orang lain, yang tak mampu berjalan
karna keterbatasan fisik yang selalu membawa alat bantu agar langkahnya
selamat, tapi biarlah karna ini adalah takdir yang harus kulawan, mereka yang
memberi juga ikhlas dan aku juga bukan seorang yang hanya mengharapkan belas
kasih orang lain , aku benyanyi dan mereka membalas suaraku ,jadi kurasa aku
lebih baik dari orang orang yang kusebutkan itu, yaitu orang orang yang hanya
mengharapkan belas kasih orang banyak dan tidak mau berusaha walau hanya
sedikit.
Ketika senja tiba
,ku selalu menghintung laba hari ini yang mungkin tidak seberapa , belum untuk
ku beri kepada seorang manusia yang paling sempurna menurutku ,mahluk yang
diciptakan tuhan sebagai cahaya untuk diriku, orang yang selalu mengajarkan aku
agar tak menyerah dengan sebuah kata yang amat menyesakan menurutku yaitu
“kenyataan hidup” yang harus aku jalani tanpa mengeluh, ialah ibu , satu
satunya yang kumiliki saat ini. Tanpa lelah ia menjagaku walau ia tahu bahwa
aku ini takkan pernah menjadi apa-apa, hanya sebuah binatang jalang yang terbuang
, terhina, dan tidak memiliki tempat untuk berdiri di atas muka bumi ini
bagiku, tetapi tidak baginya ia selalu memberi cahaya atas segala kegelapan
yang kurasakan, menerangi tiap malam malamku dan ia pernah berkata yang kata
katanya itu takkan bisa kulupakan hingga sekarang , ibu berkata “hiduplah kau
seperti cicak nak, selalu bersabar atas makananya yang tinggal di udara
sedangkan ia tinggal di darat, tak pernah memaksakan diri untuk melompat untuk
makan karna ia tahu akan membahayakan dirinya sendiri, dan percayalah bahwa
kita telah diberi rizki oleh tuhan seperti cicak yang tak pernah mati karena
kelaparan” itulah kata katanya yang
selalu ku pegang erat-erat dalam hidupku untuk melanjutkan ceritaku kedepan.
Kini langkahku
tertuju kepada tempat dimana cahayaku bersarang dan untuk ku berbaring memulai
mimpiku hingga mengakhiri halaman ini menuju halaman selanjutnya. Langkah demi
langkah kulalui tiba tiba tersirat sedikit pikiran yang membayangkan suatu
kekelaman, tapi ku hanya bisa berharap itu hanya ada dalam pikiranku saja
,bagaikan kilat tiba-tiba suara sirene terdengar keras dari kendaraan berisi
para pejuang yang mencoba menyelamatkan kediaman masyarakat banyak dari amarah
jilatan api yang bisa saja menjadi lebih mengerikan, kini pikiranku makin kacau
ku paksakan langkahku yang sangat terbatas untuk lebih cepat lagi hingga ku
terjerambab berkali kali , tapi ini sangat mengerikan dari pada malam malam
yang kulalui sebelumnya , hingga beberapa puluh langkah lagi tujuanku tercapai
terlihat sinar merah menyala dari kemarahan , sungguh bengis sekali , ku tak
mampu meluapkan segala isi hatiku saat itu, hanya satu yang ada dipikiranku
mencari cahaya yang selalu menyinariku itu, dengan keadaan yang sungguh rumit
ku terobos ketakuan demi cahaya ku , walau banyak sekali orang-orang yang
menahanku layaknya benalu mereka menghalangiku untuk masuk kedalam sana tapi
tetap ku paksakan hingga cahayaku berhasil kutemui , tetapi usahaku gagal,
benalu-benalu itu berhasil menghalangi langkahku bukan hanya menghalangi tapi
malah mencercaku dan mencemoohku “pergi sana ! selamatkan dirimu ,jangan
memaksa masuk dan menyusahkan kami !” tandas para benalu itu. Sungguh malam
macam apalagi ini ,apa aku hanya akan terus hidup dimalam-malam yang kelam.
Saat itu hanya ada satu harapan didalam hatikuku kepada Tuhan “Tuhanku, ku sudah melewati hari-harimu dengan
banyak malam, ku tak pernah meminta kepadamu agar memberikanku matahari dan
siang hari, ku hanya ingin agar kau memberikan cahayaku kembali padaku, karna
ialah yang mampu membuatku bertahan hingga saat ini, ialah yang lebih
menerangiku daripada matahari ,dan ialah yang kumiliki ,harapku kembalikanlah
ia padaku wahai zat yang paling megerti hambaNya” tandasku dipuncak sedu
sedanku tak lama kemudian aku terjatuh hingga tak sadarkan diri.
Disaat kedua
indra yang mampu melihat dunia ini terbuka, aku bingung sekali,sedang berada
dimana aku sekarang ? Tanya dalam hatiku, tempat yang belum sama sekali aku
datangi ini ,bau yang agak aneh , dingin seperti sedang berada didalam tempat
pendingin , kasur yang empuk dengan empat kaki , selimut serba putih ,dan
selang kecil yang biasa ada untuk akuarium pun ada di siku tangan kananku
menempel dan mengalirkan air, tempat apa ini ? aneh sekali banyak alat-alat
yang cukup asing dipandanganku yang masih amat terbatas, aku mencoba bangun dan
pergi dari tempat ini tetapi tubuhku masih teramat lelah. Tak lama kemudian
terlihat secerca cahaya masuk melalui pintu yang terdapat disisi kanan tempat
ku berbaring ini , saat itu ku tak mampu dengan jelas menatapnya lalu terdengar
suara yang sudah tidak asing lagi bagiku.
“man, man, herman anak ibu ,kamu baik baik saja kan nak” suara itu terdengar berulang ulang kali lalu kubuka lebar-lebar mata ini yang tadi hanya mampu terbuka setengah saja dan ternyata itu adalah Ibuku ,cahanya penerangku ,alangkah bahagianya ku saat itu tenyata tuhan mengabulkan do’aku.
“Ibuuu “ teriaku, langsung ku terbangun dari ranjang yang memanjakan tubuhku lalu ku peluk dia dengan tetesan air mata yang tetesanya melambangakan kebahagianku ini.
“iya Ibu, Herman baik baik saja” jawabku
saat inilah kurasakan hari siangku dimana cahaya matahari menerangi segala penglihatanku , tak sedikitpun dapat tersembunyi dari cahaya sinarnya saat ini.
“man, man, herman anak ibu ,kamu baik baik saja kan nak” suara itu terdengar berulang ulang kali lalu kubuka lebar-lebar mata ini yang tadi hanya mampu terbuka setengah saja dan ternyata itu adalah Ibuku ,cahanya penerangku ,alangkah bahagianya ku saat itu tenyata tuhan mengabulkan do’aku.
“Ibuuu “ teriaku, langsung ku terbangun dari ranjang yang memanjakan tubuhku lalu ku peluk dia dengan tetesan air mata yang tetesanya melambangakan kebahagianku ini.
“iya Ibu, Herman baik baik saja” jawabku
saat inilah kurasakan hari siangku dimana cahaya matahari menerangi segala penglihatanku , tak sedikitpun dapat tersembunyi dari cahaya sinarnya saat ini.
Kartini 28 Oktober 2012