Selasa, 13 Agustus 2013

Sebuah Sajak dari Seorang yang Merindukan Kemenangan

Sebuah Sajak dari Seorang yang Merindukan Kemenangan


Sebelum fajar, lelaki itu berkemas
ia meletakkan tubuhnya diantara ayat-ayat suci
mendengar kata-kata cinta, kasih, ironi, ancaman, serta malapetaka.

Ia lupa bahwasanya ia tengah mengadap Yang satu
sedang pikirnya masih bermain-main di kedai dunia
hingga larut dalam pasar malam sandiwara

Lelaki itu tak pernah tahu
bilamana ia terlahir tiap tahunnya
kembali seperti tangis pertamanya di bumi

Lelaki itu seperti tak kenal arah
Ia hanya terpaku dalam doa
dan menunggu dari tiap sujudnya yang sedikit

Hingga pada suatu bulan
ia kembali pada rumah yang membesarkannya
di mana ia merasakan tiap bait-bait kemenangan dari dekat

Ia menerima sebuah pakaian baru
tapi tidak tahu untuk apa ia memakainya
tidak seperti anak-anak bocah yang kegirangan
berlarian dan tampak memahami arti kesenangan

Pada akhir ramadhan
ia temui sebuah air mata,
yang lirih tanpa sedikit suara

Kini lelaki itu pun tahu,
akan makna pada tiap kelahirannya
ketika ia saksikan tangis yang pecah
dari seorang yang telah mengenalkannya pada dunia

Kini, entah najis ataupun suci.
ia serahkan kepada Yang satu
sembari meletakan kata-kata dalam benaknya
: Sebuah sajak dari seorang yang merindukan kemenangan


Jakarta, 07.08.13

Sebelum Syawal

Sebelum Syawal

Setelah fajar pada duapuluh sembilan
aku jumpai sebuah diam

Sembari melihat kilas balik rekaman lama yang kian memudar
ditemani tumpukan naskah dari masa silam

Aku berhenti pada suatu masa
tersenyum sejenak, lalu menangis

Seorang lelaki dalam bayang menegurku
“Sadarkah engkau akan cinta yang sebenarnya,
yang selalu menjadikanmu suci diatara najismu”

Dalam lalai yang sadar, ku tahu
Tuhanku lebih dari sekedar kasih ataupun sayang.

Ia mencipta satu Syawal
: Hari di mana cinta diturunkan layaknya hujan

Dan dari setetes cintaNya,
tiap manusia dibuat seolah kembali seperti bayi yang baru terlahir.

“Esok adalah hari di mana cinta diturunkan layaknya hujan”
seru lelaki itu lagi.



Boim Dos Santos
Jakarta, 07.08.13

Senin, 05 Agustus 2013

Selasa Pagi Pukul Lima

Selasa Pagi Pukul Lima
                                                    Kepada D.P.S

Hari berjalan tanpa titik ataupun koma
dan tanpa sadar puluhan malam telah terlewat

Aku memang terlalu gila akan naskah-naskah pemikir
sehingga tak dapat setiap saat kusisipkan senja untukmu

Tetapi sungguh,
kau adalah perempuan yang kerap kutemui dalam malamku
dan senja yang kerap kutulis dalam sajak-sajakku

Aku memang tak mengenal cinta
ku tak begitu mengerti hal itu,
mungkinkah aku salah memperlakukanmu
yang kini menghias hatiku?



Jakarta, 23.07.13