Rabu, 03 Juni 2015

Artikel ilmiah

MENONTON KEMBALI LENONG BETAWI, SEBUAH GEJOLAK KEBUDAAYAAN DALAM MASYARAKAT MODERN

Doni Ahmadi

Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka, Jakata Timur, DKI Jakarta
Telepon (021) 4893726




ABSTRAK

Lenong betawi yang eksistensinya kian pudar dalam masyarakat Modern dikaji dengan tujuan meredukasi kesadaran budaya dengan metode kualitatif analisis teks dan teknik wawancara. Untuk mencapai sebuah pelestarian budaya, membutuhkan pengenalan lebih jauh perihal budaya agar tidak pudar seiiring dengan modernitas.

Kata kunci: Lenong Betawi, Pelestarian Budaya, Modernitas.











PENDAHULUAN

Umumnya jarang disadari kalau drama itu sungguh penting, jarang para pengajar sastra maupun pegiat sastra yang mengedepankan drama dibanding genre sastra lain. Yang terjadi sejauh ini para pengajar dan pegiat sastra justru sibuk dengan memahami fiksi dan puisi padahal sesungguhnya drama itu seni yang kompleks.

Di era modern ini Banyak yang berasumsi drama itu sekedar tontonan. Memang tidak keliru anggapan ini hampir semua drama yang dipentaskan untuk ditonton, drama tanpa penonton jelas sulit ditafsirkan, apakah menarik atau tidak. Karena yang dapat memberikan apresiasi adalah penonton. 

Drama adalah seni cerita dalam percakapan dan akting tokoh, dikatakan serius artinya drama butuh penggarapan tokoh yang mendalam dan penuh pertimbangan. Yang digarap adalah akting agar memukau penonton. Bahkan Aristoteles menyatakan bahwa dalam drama adalah “a representation of an action” action adalah tindakan yang kelak menjadi akting. Dalam drama itu terjadi “a play” artinya permainan atau lakon.

Dalam hal ini saya menitik beratkan pada seni pertunjukan (drama) yang lebih tradisional yaitu Lenong Betawi. Lenong betawi termasuk kedalam drama komedi tradisional yang ada di Indonesia. Dr Suwardi Endraswara seorang pengajar di UNY menyatakan dalam bukunya . Melalui komedi, kita dapat menikmati peluapan gelak tawa sebagi suatu pembukaan tabir rahasia mengenaiuntuk apa manusia menentang/melawan dan untuk apa pula mempertahankan atau membela sesuatu.

Lenong Betawi atau yang bisa kita sebut teater tradisional ini memang memiliki fungsi khusus di dalam daerah. Sedyawati (1981) pernah mempertanyakan hadirnya teater tradisi, teater yang belakang sering disebut tradisi lisan tersebut biasanya membawakan kisah-kisah lokal. Biarpun kisahnya lokal namun bisa jadi memiliki nilai global. Teater tradisional tetap sebagi drama atau sandiwara yang masih patut dilestarikan. Teater Tradisional tetap menawarkan nilai-nilai baru yang mungkin lebih spektakuler. garapan teater tradisional tidak hanya menyangkut moral tetapi juga banyak upaya bagaimana menyedot penonton agar lebih betah.

Berdasarkan hal tersebut, masalah yang diamati dalam penelitian ini adalah apakah Lenong  Betawi sebagai sebuah seni pertunjukan Teater Tradisional dapat terus hadir, dikenal dan dinikmati oleh masyarakat di era modern ini.
Penelitian ini bertujuan mendapat deskripsi yang lengkap terhadap seni pertunjukan Teater tradisional yaitu Lenong Betawi sekaligus bertujuan untuk kembali memperkenalkan apa itu Lenong betawi.


PERIHAL SENI PERTUNJUKAN LENONG

Pengertian Sandiwara Lenong
Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta.  Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan

Lenong Betawi
dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi. Lenong Betawi adalah kesenian berupa sandiwara yang asli dari Jakarta.   Lenong sudah dikenal sejak tahun 1920-an, pertunjukan Lenong diiringi musik gambang kromong. Pertunjukan Lenong biasanya diawali dengan menampilkan lagu-lagu khas Betawi, seperti kicir-kicir, Cente Manis, Surilang,

Keramat Karem dan Balo-balo.
Lakon yang ditampilkan dalam pertunjukan Lenong Betawi umumnya berkisar tentang kehidupan sehari-hari, misalnya kisah rumah tangga, percintaan dua insan, tuan tanah, jagoan-jagoan dan sebagainya. Tentunya kisah-kisah tersebut sudah dibumbui unsure bodoran alias lawakan, sehingga pertunjukan pun terlihat lucu, semarak dan seru. Bahasa yang digunakan pada pertunjukan Lenong adalah bahasa Betawi Kasar atau Betawi Ora. Para pemainnya dirias dan menggunakan kostum sesuai dengan perannya masing-masing.

Sejarah Sandiwara Lenong
Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti “komedi bangsawan” dan “teater stambul” yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.

Sandiwara Lenong
Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-lawakan tanpa plot cerita yang dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon panjang dan utuh.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung dengan alat penerang obor. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.

Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an kesenian lenong yang dimodifikasi mulai dipertunjukkan secara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Selain menggunakan unsur teater modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong yang direvitalisasi tersebut menjadi berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi semalam suntuk.
Selanjutnya, lenong juga menjadi populer lewat pertunjukan melalui televisi, yaitu yang ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia mulai tahun 1970-an. Beberapa seniman lenong yang menjadi terkenal sejak saat itu misalnya adalah Bokir, Nasir, Siti, Tile, Nori, dan Anen.

Perkembangan Sandiwara Lenong
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-setting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Lakon-lakon cerita Lenong Denes yang masyhur misal, Si Pitung, Nyai Dasimah, Si Jampang  Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam yang diadaptasi menjadi cerita lokal.

Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang dibandingkan lenong denes, terutama karena sindiran-sindiran, kritikan-kritikan, parodi-parodi, dan humor melodramatik yang sering muncul dalam lenong preman sangat digemari masyarakat.
Gambang Kromong adalah satu kesenian masyarakat Betawi (kini Jakarta). Alat musik ini terdiri dari alat musik tehyan, kongahyan, dan sukong. Dan alat lainnya, gendang, kecrek dan gong. Kesenian ini, sebenarnya perpaduan antara kesenian etnis Tionghoa dan Betawi.
Dalam masyarakat Betawi, gambang kromong biasanya menjadi pengiring acara-acara pernikahan, sunatan, dan lainnya. Kesenian ini juga menjadi musik pembuka pementasan lenong Betawi. Kesenian musik Betawi lainnya yang terkenal, yakni Tanjidor dan topeng Betawi sebagai seni teaternya.

Dulunya, lenong Betawi diperdengarkan untuk masyarakat strata sosial dari kalangan raja dan bangsawan. Dari lingkungan itulah, akhirnya ada ungkapan yang terlontar dari kalangan sosial jelata; kayak raja lenong. Sindiran ini ditunjukkan kepada orang yang bergaya feodal.

  
RUMUSAN MASALAH

Pelestarian budaya adalah suatu hal yang krusial dalam membudayakan budaya, Melestarikan sebuah pementasan Tradisional Betawi berupa Lenong salah satunya adalah hal yang harus dilakukan guna menjaga budaya multikultur Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif analisis teks dan teknik wawancara, yang mana ada seorang narasumber yang akan diwawancarai perihal Lenong Betawi dan beberapa buku yang merujuk kepada penelitian tersebut.


KERANGKA TEORI

Tradisi pementasan Lenong  merupakan tradisi yang telah menjadi kultur di tanah Betawi, yang memang sudah seharusnya menjadi identitas budaya betawi. Namun seiringnya dengan modernitas yang ada dan perkembangan zaman, warna budaya yakni tradisi pementasan lenong sudah menjadi hal yang sepertinya mendapatkan pemakluman jika sudah sedikit terlupakan oleh modernitas. 

Masyarakat modern, terutama masyarakat yang sudah berada pada era teknologi canggih seperti pada masyarakat di negara maju yang jelas paradigmanya berbeda bahkan bertentangan dengan masyarakat tradisional. Meskipun demikian, masyarakat modern telah memilki cara pandang yang berbeda baik mengenai hakikat masa lampau dan tradisi bahwa secara keseluruhan kehidupannya ditentukan oleh masalah-masalah keilmuan. Selama manusia terdiri atas dua dimensi yang berbeda—jasmani dan rohani dimana apabila kedua dimensi tersebut ditampilkan secara proporsional maka sastra tetap berperanan dan relevan. Disinilah tampak peranan dimensi-dimensi kehidupan yang lain, dalam hubungan ini masalah-masalah yang berkaitan dengan kerohanian terutama sastra dan sebuah panggung kebudayaan. Dengan menonton sebuah pementasan tradisional masyarakat dapat menegerti apakah yang dimaksudkan dari pementasan itu seperti yang kita ketahui Drama (sandiwara) adalah karya sastra dialogis, karya tidak turun begitu saja dari langit. Drama hadir atas dasar imajinasi terhadap hidup kita. Keserakahan sering menjadi momentum penting dalam drama. Inti drama tak lepas dari sebuah tafsir kehidupan. Bahkan apabila dinyatakan, drama sebagai tiruan (mimetik) terhadap kehidupan juga tidak keliru. Detail atau tidak, dia dia berusaha memotret kehidupan secara imajinatif. Pada keseluruhannya karya sastra benar-benar bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Kemajuan dalam bidang teknologi tidak perlu diartikan bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan tradisi maupun karya seni harus dihapuskan, namun sebaliknya kemajuan dalam bidang fisik maupun bidang jasmaniah harus diimbangi dengan kemajuan dalam bidang rohaniah. Dengan kalimat lain, kemajuan kebudayaan sebagai sistem makro mensyaratkan kemajuan aspek-aspek sebagai sistem mikro khususnya dalam kehidupan sehari-hari.  Karya seni jelas merupakan kebutuhan sehari-hari meskipun bukan dalam pengertian kebutuhan praktis.

Kebudayaan indonesia, dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi geografis misalnya dengan membandingkan antara desa dengan kota dan kemajuan teknologi yang berhasil dicapai maka dengan membandingkan antara tradisi llisan dengan tulisan pada dasarnya didominasi oleh kebudayaan tradisional. Karya-karya warisan budaya dalam tradisi lisan sendiri merupakan khazanah tradisional. Hanya sebagian kecil hasil-hasil karya yang menggunakan bahasa Indonesia merupakan warisan nasional sebagai khazanah kebudayaan kontemporer. Kebudayaan ini tampak dominan karena penyebarannya yang hampir merata sebagai dampak teknologi dan politik kebudayaan nasional. Dalam hubungan ini, diperlukan tanggapan masyarakat pendukungnya dimana suatu kesadaran yang pada gilirannya berubah menjadi tanggung jawab untuk melestarikan sekaligus mengembangkannya. Jelasnya, banyak masyarakat yang memiliki dan menyimpan warisan masa lampau tetapi, tidak semuanya berhasil untuk memeliharanya.

Sebagai tradisi kultur, Lenong merupakan sebuah karya sastra dalam bentuk pertunjukan yang mana dapat menjadi ciri darimana Lenong itu berpijak. Bicara menenai darimana kebudayaan itu berasal berarti membahas sebuah Lokalitas, yaitu tentang bagaimana melihat bahwa seharusnya sebuah tempat memiliki sentuhan personal, untuk sebuah keindahan yang tidak terduga.
Adapun faktor penyebab terlupakannya tradisi pementasan Lenong adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan budaya sendiri seiring dengan berjalannya modernisasi yang menonjolkan teknologi. 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif analisis teks dan teknik wawancara, yang mana ada seorang pakar/narasumber yang akan diwawancarai perihal Lenong Betawi dan beberapa buku yang merujuk kepada penelitian tersebut. Teknik wawancara dipilih karena akan memberikan data yang valid, bersifat objektif, dapat dipertanggungjawabkan sekaligus menambahkan informasi yang kurang yang terdapat di dalam teks. Data penelitian ini saya dapatkan dari warga asli Betawi, yaitu Bapak Syaifudin Amri, seorang sutradara Lenong yang sudah menggiati seni tradisional ini sejak lama. 

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan hasil wawancara akan dilampirkan. Kemudian data tersebut akan diidentifikasi untuk memperoleh simpulan yang relevan dengan tujuan penilitian. Sebagai penunjang analisis, penelitian ini dilengkapi dengan studi pustaka.


PEMBAHASAN

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah penulis lakukan. Penulis memberikan empat soal pertanyaan perihal Lenong dan narasumber menjawabnya satu per satu. Sebenarnya tardapat dua narasumber namun narasumber pertama yang penulis temui dibilangan setu babakan tidak dapat menjawab pertanyaan apa yang penulis berikan pada akhirnya penulis menemui narasumber lain yang diketahu sebagai pakar/ahli dalam dunia seni pertunjukan lenong. Demikianlah hasil wawancara saya dengan bapak Syaiful Amri: 

1. Bisakah Bapak ceritakan sedikit sejarah tentang Lenong?
2. Menurut Bapak apakah yang membedakan lenong dengan teater?
3. Mengapa dalam lenong sekarang terdapat unsur Religiusitas?
4. Bagaimanakan pertunjukan lenong di era modern ini adakah perubahan-perubahan yang terjadi, bentuk lenong yang dulu dengan lenong sekarang (kontemporer)?
Hingga sampailah saya dengan jawaban ini.

1. Lenong itu awalmulanya berasal dari orang-orang pasar (sekitar tahun 20an) dimana orang-orang itu tidak memiliki hiburan, seprti tv, radio dan lainnya. Maksud dari orang-orang pasar itu ialah masyarakat yang pada tiap pagi menjajakan dagangannya berkeliling menuju kampung cina, kampung arab, dan lainnya hingga larut malam berkumpullah mereka dipasar. Karena tidak ada hiburan inilah mereka akhirnya saling berkumpul dan menceritakan pengalamannya disaat berdagang, mereka menceritakan bagaimana mereka berdagang lalu para pembeli dengan gaya masing-masing, hal itu mereka lakukan hampir setiap malam, hingga mereka berpikir bagimana kalau ketika bercerita dikasih unsur musik. Tetapi saat itu alat musik belum ada lalu yang ada hanya ember, panci, penggorengan yang bunyinya nang-neng-nong nang-neng-nong maka disebutlah jadi lenong. Diperkembangannya sekitar tahun 1930 lenong terbagi menjadi dua yaitu lenong “Denes” dan lenong “Preman”, kalau lenong preman biasanya berkisah tentang para jawara setempat misalnya Pitung, Jampang, Ronda dan lain sebagainya. Sedang dalam lenong denes biasanya menceritakan tentang cerita kerajaan atau cerita 1001 malam yang menjadi cirri khas lenong denes ini adalah selalu ditampilkan tokoh jin. Yang membedakan diantara kedua jenis lenong itu adalah dari segi cerita dan bahasa, bahasa yang digunakan dalam lenong preman adalah bahasa sehari-hari semisal kata Lo-Gue sedang dalam lenong denes menggunakan bahasa melayu tinggi semisal kata hambaku karena unsur latar pementasan ini adalah kerajaan. Dalam kedua lenong itu terdapat sebuah pakem, yakni musik gambang kromong jika bukan musik gambang kromong sudah bisa dipastikan itu bukanlah pementasan lenong.

2. Perbedaan antara lenong dengan teater sebenarnya tidak ada karena keduanya adalah sama-sama jenis pertunjukan, mungkin yang membedakan adalah teater lebih modern dan lenong masih tradisional. Selain itu yang menjadi pembeda adalah jika teater itu sudah terkonsep dalam artian para pemainnya sudah menghafal teks lalu tidak ada interaksi dengan penonton, sedang dalam lenong yang menjadi kekuatan adalah kekuatan improvisasi dan adanya interaksi dengan penonton inilah yang menjadi pembeda antara lenong dengan teater.

3. Mengapa lenong dikatakan selalu ada unsur Religius, sebenarnya balik lagi kepada asal muasal lenong yang dimulai dari orang-orang pasar yang saya sebutkan, orang-orang ini termasuk orang-orang betawi pinggir, nah setelah orang-orang betawi tengah mulai mengikuti munculan unsur-unsur religiusitas dalam lenong, sehingga dalam lenong sekarang muncullah tokoh-tokoh ustad, kiai dan sebagainya.

4. Sebenarnya tidak ada perubahan yang signifikan dari lenong yang ada terdahulu dan yang ada dimasa sekarang (kontemporer), lenong masih dengan powernya yaitu improvisasi dari para pemainnya dan kekuatan interaksi dari para pemain kepada penonton. Yang berubah mungkin dari segi cerita, seiring dengan era modern yang berkembang cerita lenong juga berubah mengikuti perkambangan zaman.

Berdasarkan wawancara diatas terdapat perbedaan antara teks dan pelaku kebudayaan itu sendiri, namun terdapat satu titik temu dimana dalam pendahuluan sudah dijelaskan tentang bagaimana seni pentunjukan adalah sebuah bentuk kesenian yang komplek, lalu dalam seni tradisional terdapat pembeda dari seni-seni pertunjukan modern. Dari analisis yang singkat ini semoga kita dapat memaknai pentingnya sebuah kebudaan dan mencoba kembali mengenalinya dari berbagai sudut pandang. Karena pada akhirnya kebenaran adalah suatu yang subjektif, maka itu penulis memberikan dua sudut pandang dari sebuah pementasan Lenong menurut teks dan menurut ahli/narasumber.  


PENUTUP

Menyaksikan sebuah pertunjukan budaya di era modern ini memanglah sudah menjadi hal yang sangat klasik atau bisa dibilang menjadi sebuah minoritas pada dinamika masyarakat modern sekarang ini. Masyarakat modern sekarang ini memang lebih suka menonton film, menyaksikan konser musik, atau menonton pertandingan sepak bola di stadion dan lainnya. Gejala sosial inilah yang membuat sebuah pertunjukan budaya seperti sebuah hal yang sangat mahal seperti halnya mendengarkan musik dari sebuah piringan hitam yang sudah sangat sulit ditemui pada zaman ini. Sebuah pertunjukan budaya ini lah asal muasal sebermulanya hiburan yang beredar dalam sebuah masyarakat, sebuah hal yang sangat ditunggu-tunggu pada masanya di mana sebuah pertunjukan menjadi sebuah pusat perhatian masyarakat tradisional. Masyarakat yang dibesarkan oleh kebudayaan.

Perihal kebudayaan terdapat banyak sekali definisi mengenai kebudayaan, defini yang paling tua sekaligus paling luas berasal dari E.B Tylor yang dikemukakan dalam bukunya Primitive Culture (1871). Menurut Tylor, kebudayaan ialah keseluruhan aktivitas manusia , termasuk pengetahuan, kepercayaan,seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain. Definisi lain, yang juga senada dengan Tylor sekaligus dengan memberikan peranan terhadap masyarakat diberikan oleh Marvin Harris –Seluruh aspek kehidupan manusia dalam masyarakat, yang diperoleh dengan cara belajar termasuk pikiran dan tingkah laku .

Menurut Koentjaraningrat (1974) kata kebudayaan berasal dari buddhaya (sansekerta) sebagai bentuk jamak dari  buddhi yang berarti akal. Disamping kebudayaan, terdapat istilah lain yang berkaitan yaitu peradaban (dari akar kata adab bahasa arab). Dalam tradisi barat, peradaban berarti warga negara. Jadi, secara etimologis kebudayaan dan peradaban adalah sinonim, keduanya berarti keseluruhan hidup masyarakat manusia.  Meskipun demikian, dalam perkembangan selanjutnya pada umumnya peradaban diartikan sebagai bentuk-bentuk kebudayaan yang paling tinggi, seperti teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, sistem ketata negaraan dan sebagainya .

Dari pengertian diatas kebudayaan memang akan selalu berkembang seiring berjalannya waktu, akan selalu ada perubahan-perubahan yang terjadi selaras dengan modernitas. Namun ketika budaya yang dahulu menjadi sebuah pusat perhatian, ciri dari sebuah peradababan tertentu yang menjadi sebuah symbol atauu tanda untuk menunjukan identitas masyarakat.  Sepertinya memang sangat miris ditengah berlangsungnya modernitas, kebudayaan masa lalu memang sudah tergerus zaman, mereka dilupakan, tidak mendapat tempat di era modern sekarang ini –Era dimana teknologi menentukan hierarki sebuah masyarakatnya. Maka dari itu, menyaksikan sebuah pementasan budaya sudah seharusnya menjadi sebuah nostalgia, sebuah relaksasi akan kejenuhan era modern di mana zaman yang sudah melupakan kebudayaan sebagai ciri dan menggantikannya dengan teknologi. Seperti yang kita ketahui, kebudayaan yang terdapat pada suatu daerah tertentu akan menjadi sebuah identitas, sebuah ciri yang membedakan budaya dimana suatu tempat berasal dan tentu menjadi sebuah identitas bangsa dengan budaya yang beragam. 


DAFTAR PUSTAKA

Djoko Damono, Sapardi. Sosiologi Sastra – Sebuah Pengantar Ringkas (Jakarta, 1979)
Endraswara, Suwardi. Metode Pembelajaran Drama (Yogyakarta, Caps 2011)
Ratna, Nyoman Kutha. Sastra dan Cultural Studies (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

S. Mahayana, Maman. Lokalitas Dalam Sastra Indonesia (Jakarta, 2010)

Selasa, 02 Juni 2015

Cerpen Populer

Aldo The Lucky Man

Aldo Sueb Saputra namanya, ia adalah seorang pria blasteran betawi jawa. Singkat cerita Ayah dan Ibunya bertemu dikomplek mawar Jakarta timur, ayah Aldo adalah seorang polisi kompek alias hansip dan ibunda aldo adalah seorang chef gang Laler, yakni tukang masak hajatan khusus warga gang Laler yang bertempat di sebelah komplek mawar tempat Ayah Aldo bertugas. Keduanya bertemu didepan portal ketika ibunda Aldo menanyakan alamat ketika hendak menghantarkan pesanan. Dari pertemuan itu lahirlah seorang anak dari seorang superhero komplek dan koki spesialis hajatan. 

Usianya kini sudah menginjak 21 tahun, kini ia berkuliah di universitas ternama dijakarta. Aldo adalah anak yang tidak terlalu pintar namun ia adalah anak yang memiliki tingkat keberuntungngan yang tinggi. Aldo adalah anak gang laler pertama yang dapat bermain PS3, pergi ke Timezone, ke luar negeri, naik mobil Mercedes benz, bermain Billiard, Ice Skateting, Diving, makan Spagetti hingga memakai Jersey Original. Jika semua anak-anak muda dikumpulkan dan dibuat Gang Laler Award, sepertinya Aldo lah yang memenangkan semua penghargaan tersebut, karena telah memegang rekor diatas.

Itu semua bukan karena aldo seorag anak pejabat tetapi berkat pergaulan Aldo dengan Wawan, seorang sahabatnya yang memiliki orang tua seorang pengusaha. Persahabatan Aldo dengan Wawan dimulai ketika mereka berusia 11 tahun, waktu itu Aldo melihat Wawan yang sedang memakai Tas Power Ranger ingin pulang, pergaulan Aldo yang keras dengan anak-anak lain di gang laler membuatnya berniat ingin sekali memalaknya, namun takdir berkata lain, ia kedahuluan oleh teman-temannya, ia melihat Wawan di keroyok anak-anak Gang Laler lainnya, niat Aldo pun berubah ia pun menghampiri Wawan yang sedang di keroyok.

“Woi bocah, lo ngapain mukulin temen gua. Pada berani lo sama bapak gua?”

“Emang Bapak lo siapa?” Tanya salah seorang anak.

“Eh Jumadi, dia anaknya superhero kompek sebelah yang galak itu. Tukang gorengan aja di gertak bapaknya langsung pingsan apalagi kita” seru salah seorang dari mereka yang mengenali Ayah Aldo.

“Iye Jum, Tuyul sama babi ngepet aje gapernah mau masuk kompek sebelah gara-gara bapaknye die yang jaga. Anak-anak semua bubar”

Lalu anak-anak yang sedang meneroyok Wawan pun pergi semua karena tahu siapakan orangtua dari Aldo. Wawan pun berterima kasih kepada Aldo dan langsung mengajak Aldo kerumahnya, mereka pun berangkat dengan mobil yang menjemput Wawan. Saat sampai pada rumah Wawan, Aldo  pun kaget ketika melihat rumah Wawan yang sangat luas.

“Wan, rumah lo gede banget yak? Gue kalo mau kencing kudu manggil tukang ojek nih buat ke wc. Apalagi kamar lo busway gandeng juga kalah lebar nih” Wawan pun tertawa dengan pertanyaan Aldo dan persahabatan merekapun dimulai.

Keberuntungan Aldo tidak sampai disitu, iapun beruntung karena mampu lolos bersekolah disekolah negeri ternama hingga tembus seleksi pada universitas negeri yang membuatnya bersekolah satu kampus dengan Wawan.

Namun Aldo tidaklah selalu beruntung dalam segala hal, ia memiliki kekurangan keberuntungan perihal masalah percintaan. Itu semua karena ia memiliki selera yang aneh terhadap wanita, dahulu ketika SMA ia sempat menggaet seorang wanita berhijab yang memakai kerudungan seperti ninja, lalu suka dengan wanita yang merokok kretek, semuanya pun gagal hingga yang terakhir ia suka kepada wanita yang memiliki kegemaran bertinju yang ia temui dikampusnya itu.

Nama wanita itu adalah Adelia Cyitia Tyson, maklum Ayah dari wanita itu adalah penggemar Muhamad Ali. Aldopun mulai mencari tahu Adelia dari jejaring sosial, mulai dari kebiasaan wanita itu, tempat favorit, makanan kesukaan, teman-teman dekat Adelia hingga silsilah keluarga Adelia pun tahu. Iapun bercerita kepada Wawan untuk meminta saran agar didekatkan kepada wanita itu.

Usahanya bermulai dari mengikuti Adelia ke kantin, melihat Adelia berlatih di sasana tinju, meminta kontak Adelia ke berbagai sumber, memberi salam dan lainnya. Namun sepertinya Aldo menemui jalan buntu, Adelia sama sekali tak merenpon Aldo sedikitpun. Smsnya tak pernah dibalas, konfirmasi permintaan pertemanan di media sosial pun sama. Iapun sedikit frustasi dan akhirnya ia memutuskan untuk terpaksa menggamari tinju.

Aldopun tiap malam menonton tinju di TVRI, streaming YouTube, menirukan gerakan para petinju hingga mengganti namanya Facebooknya menjadi Aldo The Dragon Sueb. Agar dilihat oleh Adelia. Namun usaha itupun gagal. Iapun kembali curhat kepada Wawan.

“Wan, ajarin gue cara ngegebet cewe dong? Masa gue jomblo terus nih udeh seperlima abad sendiri mulu. Berdebu nih hati gue, kosong mulu kaya kotak amal mesjid hari senen. Kapan nih ada isinya, kotak amal aje penuh kalo hari jumat.”

“Lagi lo aneh-aneh aja dah selera cewenya, yang biasa aja lah yang begitu-begitu mah sulit.”

“Yah, lo ngerendahinn selera gue nih”

“Bukan begitu, cewe yang lo suka itu aneh-aneh, pertama si Mutiah yang pake hijab udah kaya ponco jas hujan. Ngeliat mata lo aja gamau gimana pacaran. Trus adalagi si Brenda anak geng motor yang suka ngerokok kretek, bawa motor aje lo masih cupu bisa-bisa elo yang diboncengin dia yang bawa motornya. Trus sekarang adalagi si Adelia, cewe yang suka tinju. Baru minta nomor bisa langsung kena upper cut lo Do”

“Yah, mau gimana lagi hati gaada yang tahu Wan. Lagipula contohnye ada, tuh cerita beauty and the beast, tuh cewe cakep aja mau sama orang yang serem. Masa gue sebagai cowo terkeren di gang laler gabisa dapetin tuh Adelia.”

“Itu dongeng Do, ngaco lo ah. Ini kan dunia nyata. Yaudah besok lo gue daftarin sasana tinju deh gimana, biar bisa deketin si Adelia.”

“Wih, gitu dong wan baru best friend gue. Besok tugas lo gue yang ngerjain deh sama gue yang print juga sekalian.”

“Paling bisa emang lo ye Do” seru Wawan dan mereka berduapun tertawa.

***
Aldo pun sudah  mulai berlatih di sasana tinju yang bersamaan dengan Adelia, namun kali ini keberuntunganpun tak berpihak kepada Aldo, dalam latihan-latihannyanya ia sering tidak fokus, karena fokusnya adalah memperhatikan Adelia. Aldopun selalu kena pukul dalam latihan berduel. Belum sempat dekat dengan Adelia iapun berpikir untuk keluar dari sasana itu karena selalu pulang latihan dengan babak belur dan hampir tak ada respon yang positif dari Adelia.

Pada malam selanjutnya Aldo tidaklagi datang latihan, ia memilih untuk nongkrong di Seven Eleven sendirian. Iapun kaget karena melihat Adelia tepat sedang berjalan membawa sebuah roti dan minuman lalu duduk persis di depan tempat duduk Aldo. Aldopun berniat untuk menghampirinya untuk sekedar ngobrol namun ia teringat pesan Wawan. “ah nanti gue bisa kena upper cut lagi” pikir Aldo. Ketika Aldo berpikir demikian malah Adelia terlebih dahulu yang menyapa Aldo.

“Hey, lo anak baru di Sasana Mardika kan? Ga latihan”

“Eh, iya Del. Oia nama gue Aldo” Jawab Aldo gugup.

“Kok lo tau nama gue dah?”

“Yaiyalah Siapa yang yang ga kenal bidadari spesialis film action di sasana mardika hehe, lagipula kita kan satu kampus” seru Aldo.

“Haha bisa aja lo Do, gue juga udah kenal kok. Siapa juga yang ga tau lo, anak mardika yang selalu bonyok kalo lagi simulasi fight hehe” lalu Aldo pun beranjak dari tempat duduknya dan duduk bersebelahan dengan Adelia.

“kok lo pindah dah, emang gue nyuruh lo duduk di sini” seru Adelia

“Oia sorry, gue balik lagi deh.” Jawab Aldo dengan wajah sedikit memelas.

“Hehe, becanda Do, gpapakok” seru adelia lagi. Dan obrolan diantara merekapun dimulai hingga mereka larut. Aldo yang terus menggombal dengan lawakan khas produk betawinya malam itu dapat membuat Adelia tertawa hingga larut.

Keesokan harinya Aldopun memulai pendekatannya, ia sering berkirim pesan singkat dengan Adelia dan dibalas dengan positif. Seiring waktu berjalan mereka berduapun dekat, lalu Aldo yang tahu Adelia dua hari lagi akan berulang tahun memutuskan untuk membelikan Adelia kado. Ia meminjam uang kepada Wawan untuk membelikan Sarung Tinju untuk Adelia.

Aldo yang sudak keluar dari sasana tinju pun ingin memberikan surprise kepada Adelia. Namun ia tidak mendapatkan hal positif, sepertinya Adelia malu ketika Aldo datang memberinya hadiah di sasana mardika dan diketahu oleh teman-teman Adelia perihal kedekatannya dengan Aldo. Kado yang Aldo berikan itupun dibuang oleh Adelia ketempat sampah. Maklum Adelia adalah Petinju wanita terbaik di sasana itu dan Aldo adalah alumni sasana yang tidak bisa apa-apa.

Semenjak hal itu Adelia tak pernah membalas pesan dari Aldo, ketika di kampuspun Adelia lebih memilih menghindar dari Aldo. Pernah Aldo menungguya pulang berlatih dari sasana tetapi Adelia langsung menghindar dengan kembali masuk sasana menelpon taksi dan langsung kembali pulang.

Aldopun galau, ia menyesal karena telah memberi surprise yang membuat Adelia malu. Tetapi ia juga bingung. Selasai kelas Ia pun kembali curhat dengan Wawan dan  Muslim teman kampusnya agar diberikan solusi.

“Wan, Slim, gimana ya? Masa Zonk lagi nih gue padahal udah deket.”

“Adel itu suka juga sama lo Do, dia gengsi aja sama temen-temennya jadinya begitu” seru Wawan.

“Iya Do, kan cowo-cowo gaada yang berani deketin Adel, walau dia lumayan cakep tapi tetep aja jiwanya petinju, Cuma lo doang yang berani deketin” tambah Muslim.

“Emang nih, selera gue terlalu aneh kali ya?”

“Engga Do, lo malah keren. Selera lo Out of the box. Non mainstream.”

“Iya, kalo gue saranin lo sabar aja dulu. Kalo si Adel beneran suka sama lo pasti dia minta maaf trus deket lagi dah”

“Nah muslim bener tuh, mending kita nonton Adel fight aja gimana. Dia ikut turnamen dibulungan tuh.”

“Iya Do, wawan bener tuh. Oia udah Asar nih, gue ke kantin gue dulu ya” seru Muslim yang langsung pergi meninggalkan obrolan.

“Ah elo Slim, azan asar bukannya solat malah makan. Nama doang muslim” seru Wawan.

“Justru karena namanya Wan dia jadi ga solat” seru Aldo.

“lah kok gitu Do?”

“Iya, kan nama panjangnya Non Muslim, mana mau solat dia hahaha.” Seru aldo hingga mereka berduapun tertawa bersama dan memutuskan untuk pulang.

***
Hari ini adalah Hari di mana Adelia akan mengikuti turnamen tinjunya di bulungan. Aldo, Wawan dan Muslim  bergegas untuk melihat pertandingan tersebut. Jalan di Jakarta selatan sore itu nampak padat merayap seperti jalur pantura pada musim mudik. Rencana mereka yang sampai pada pukul empat sorepun gagal. Akhirnya mereka sampai pada bulungan pada pukul tujuh, suasana ditempat itupun sangat ramai namun tampak gerombolan orang keluar dari gor.

“Yah pasti sudah selesai pertandingannya, tadi aja kita naik motor Wan” seru Aldo sembari kecewa.

“Belum tentu Do, mending lo turun Tanya tuh orang-orang pertandingannya udah selesai apa belum.” Balas Wawan.

“Iya Do, yaudah gue yang nanya dah” tambah Muslim, ia pun langsung turun dari mobil dan menanyakan kepada orang.

“Ah salah Wan kita harunya masuk lewat puntu depan kata orang-orang itu, ini mah Acara pameran batu Akik. Kalo tinju lewat depan masuknya kita muter aja” seru muslim.

Merkapun akhirya sampai pada tempat turnamen tersebut dan waktunya pun pas sekali, hanya tersisa satu pertandingan final dan itu akan dilakoni Adelia. Merekapun tak sabar karena final itu  sudah memasuki ronde ke lima. Mereka bertigapun langsung masuk namun tak mendapat tempat karena ramai sekali dan keadaanpun sesak oleh penonton. Hampir tak ada celah untuk melihat,namun Aldo memilliki akal lain, ia menyuruh muslim jongkok dan membiarkan Aldo naik di bahunya seperti sedang menonton konser Slank. Aldopun terkejut ketika mampu melihat Adelia, ternyata sarung tunju yang ia gunakan adalah kado pemberian Aldo, ia pun loncat-loncat kegirangan di bahu Muslim hingga muslim tak bisa stabil dan jatuhlah mereka berdua.

Aldo pun pingsan dan dibawa ke ruangan khusus yang ada di dalam gor, ia sempat tak sadarkan diri selama 30 menit. Dan ketika ia perlahan sadar terlihatlah bayangan wanita yang ia idam-idamkan tersebut.

“Ah Adelia, pasti ini mimpi” Seru Aldo dalam keadaan setengah sadar. Lalu ia melihat Wawan dan Muslim.

“Lo ga mimpi Do, itu Adelia beneran” seru Wawan.

“Ah ini pasti mimpi, kalo beneran coba suruh Adelia upper cut gue” tantang Aldo.

“Aldo mau beneran, nih” seru Adelia yang langsung meletakan tangannya yang masih mengenakan sarung tinju tepat di wajah Aldo sembari memutarnya seperti sedang ngulek bumbu ketoprak. Aldopun kesakitan dan akhirnya bangun dari pingsannya.

“Eh ternyata bener Adelia hehe” seru Aldo dan memberi kode kepada Wawan dan Muslim untuk keluar dari ruangan meninggalkan merka berdua.

“Maaf ya Do, gue khilaf, gue gengsi sama temen-temen gue disasana. Abis lo pas udah dapet kontak gue langsung keluar begitu aja dari sasana kan ketauan modus banget.”

“Iya Del, abis gue gaada bakat ditinju. Bakat gue Cuma saying sama lo doang kayanya hehe. Abis tiap pulang latihan bonyok terus makanya gue putusin buat berenti dari sasana deh”

“Hehe dasar lo gombal, oia ini nih kado dari lo gue pake ternyata bawa hoki juga nih gue menang hehe”

“Ah lo kan emang Rambo versi bidadari bukan hoki tapi emang udah bakat.”

“Gombal mulu kan hehe”

“Hehe, tapi beneran Del, yaudah jangan jauhin gue lagi dong. Gue tuh suka meriang kalo lo jauhin, gue minta kerokin Bokap bukannye sembuh malah Bokap gue yang meriang, jadi gue deh yang ngerokin bokap gue. Gue kepikiran lo melulu Del. Ah gue saying sama lo Del”

“Hehe, masih aja lo gombal, iya do gue juga kok, baru lo doang cowo yang berani deketin gue dan bisa bikin gue ketawa hehe makasih ya Do”

“Jadi gue diterima nih” Tanya Aldo dengan antusias. Dan dijawab Adel dengan mengangguk.

“Nyak Be, anaknye udeh kaga jomblo lagi nih, Hatinye udeh ga berdebu lagi kaya daleman bedug mesjid. Wan, Slim kawan lo udeh punya pacar nih. Udeh ga karatan lagi kaya klanpot yang abis di semir belerang, jadi mengkilap” teriak aldo sembari memeluk Adelia.



Doni Ahmadi
Jakarta, mei 2015 

Catatan. 
Cerpen ini dibuat karena adanya mata kuliah sastra populer yang mengharuskan mahasiswwanya menulis sebuah cerita populer. sebuah genre sastra yang bisa dibilang fleksibel karena mengikuti permintaan pasar. genre tanpa ideologi, miskin makna dan lainnya. berbeda dengan genre sastra serius, sastra populer lebih kepada golongan remaja, hal yang berbau dengan tren yang ada di sekitar. konflik yang dibuat biasa, dan cerita yang tak pernah lepas dari unsur cinta, dan berakhir Happy Ending". tujuan saya memasukan tulisan ini adalah untuk sekedar menghibur, dan semoga pembaca yang budiman bisa membedakan dari cerpen-cerpen sebelumnya.

Rabu, 14 Januari 2015

Dipertigaan, Menuju Kampung Wijs

Dipertigaan, Menuju Kampung Wijs


Malam ini itu begitu remang, tak ada cahaya yang membiaskan cahaya bulan, awan pun berarak dengan lembut malam itu. Malam disudut kota Vrij memang biasa seperti itu, para pekerja yang pulang larut pun tenggelam dalam langkahnya menuju tempat tinggalnya, mereka tidak berbicara seperti di siang hari, seperti dipasar perbelanjaan, di kedai-kedai kopi, di pusat perbelanjaan. Mereka berbicara seolah berbisik dengan nada yang pelan. 

Di sisi selatan kota Vrij terdapat dua jalan –Lifj dan Ritjh untuk sampai pada kampung Wijs, namun dari kedua jalan itu yang paling disuakai masyarakat adalah jalan Ritjh, karena jalan itu masih terdapat lampu-lampu jalan yang masih cukup terang untuk menuntun jalan para pekerja yang pulang begitu larut. Jalan Ritjh juga masih cukup luas karena terdapat satu satu jalur mobil tidak seperti jalan Lifj yang hanya bisa dilewati oleh tiga sampai empat orang saja jika berbaris, belum lagi banyaknya tempat sampah yang membuat jalan menjadi teramat sempit dan berbau kurang sedap, lampu jalan pada jalan Lifj juga teramat remang, banyak lampu-lampu jalan yang mati pada jalan ini. 

Aku adalah salah seorang dari pekerja malam yang kerap melewati jalan Ritjh, jalan yang kupikir cukup terang untuk para pekerja malam yang. Selain itu teman-teman pekerja malam yang kutemui pun serupa denganku mereka lebih suka pulang melalui jalan Ritjh, selain alasan yang kukemukan diatas banyak sekali cerita yang beredar entah itu fiksi atau sungguhan. Dari percakapan para pekerja malam sebelum pulang tak sedikit yang berbicara mengenai jalan Lifj yang katanya seram, angker, berbau busuk dan lainnya. Aku tidak begitu memperdulikan hal itu karena dari awal aku memang sudah pulang melalui jalan Ritjh, lagipula pernah aku sesekali melewati jalan Lifj namun itu pada waktu siang hari dan sepertinya biasa-biasa saja, tidak ada yang aneh, hanya sebuah gang menuju kampung yang terdapat banyak tempat sampah dan mungkin beberapa kardus untuk tempat tidur para gelandangan. 

Waktu sudah menunjukan jam setengah sebelas malam, saatnya kami para pekerja untuk pulang. Dipertigaan sebelum kedua jalan itu –Ritjh dan Lifj aku pernah sekali melihat seorang lelaki paruhbaya yang kira-kira berusia tigapuluh tahun melewati jalan Lifj, ia membawa sebuah kantung plastik pada tangan kanannya, langkahnya tegap dan biasa. Para pekerja yang juga melihatnya mulai saling berbisik satu sama lain, aku tak mendengar semua bisikan yang aku dengan hanya sebagian dari mereka berkata “tak ada orang sadar yang pulang lewat jalan itu, pasti ia sedang mabuk hehe”, “mungkin dia seorang pemburu hantu yang ingin mencari hantu dijalan itu haha”, “jalan itu adalah tempat berkumpulnya penjahat mungkin dia salahsatunya”.

Akupun berjalan lebih cepat seolang mengabaikan omongan-omongan usil mereka hinggga sampai pada rumahku dan memastikan untuk istirahat.
Keesokan harinya aku kembali melihat orang yang sama dipertigaan jalan, lelaki paruhbaya yang melewati jalan Lifj itu. Suasananya pun masih sama seperti sebelumnya dimana para pekerja malam yang berjalan bersamaku kembali membicarakan orang itu, dari hal-hal yang aneh, berbau mistis dan lainnya. Kejadian itu berlangsung lama, hingga aku harus memakai headset untuk tidak mendengar bisikan para pekerja malam itu mengenai orang yang melewati jalan Lifj itu. 

***

Hari ini aku mendapat tugas lembur dari bosku karena salah satu pekerja ditempatku ini berhalangan untuk dating. Sudah pukul satu pagi dan aku berkemas untuk pulang, jalan begitu sepi dan hening hanya aku yang ditemani oleh banyangan diriku saja. Tak terasa langkahku sudah menuntunku sampai pertigaan jalan itu, aku berhenti sejenak dan berpikir apakah aku harus melewati jalan Lifj itu? tanyaku namun kuhapus pikiranku itu dan kembali melewati jalan yang biasa kulewati yakni jalan Ritjh. Diujung batas pertemuan antara jalan Ritjh dan Lifj sebelum sampai pada kampungku kulihat seorang lelaki yang sedang bersandar pada tiang listrik sembari menghisap sigaretnya, ya orang itu adalah lelaki yang biasa kulihat melewati jalan Lifj. Sebenarnya ingin sekali aku menanyainya namun sepertinya harus kuurungkan niatku itu karena aku terlalu lelah dengan lemburku, akupun melewatinya seolah tak ada siapapun yang berdiri ditiang listrik itu.

“Hey Bung” akupun menoleh, dan ternyata orang itu memanggilku. Akupun membalas tanyanya dengan bertanya padanya. “Iya, kenapa tuan?” “Oh tidak ada apa-apa, hanya memastikan saja apakah yang barusan kulihat berjalan itu manusia,  bukan hantu” balasnya akupun diam tidak membalas jawabannya lalu kuambil ponselku dan headsetku dari saku untuk mendengarkan lagu dan mengabaikannya, karena kupikir dia memang seperti apa yang orang-orang katakan, ia pemabuk. Akupun telah sampai pada pintu rumahku, ketika kurogoh saku celanaku ternyata kunciku tak ada didalamnya lalu kuperiksa isi tas dan lainnya pun sama, tidak ada kunci rumahku. Mungkin itu terjatuh ditengah jalan atau mungkin tertinggal dikantorku pikirku. Aku tinggal sendirian di rumahku, itu terjadi sejak Ayah dimutasikan dan ia mendapat bekerja di kota, Ibu dan Adikku pun memutuskan untuk pindah lalu ikut dengan Ayahku.

Tidak ada pilihan lain aku harus kembali jalan kearah tempat kerjaku dan melewati jalan yang sama, mungkin kunciku terjatuh ketika aku berjalan pulang tadi. Di jalan sekembalinya aku menuju kantorku kulihat lelaki paruhbaya itu masih bersandar pada tiang listrik itu, masih dengan sigaretnya, aku ingin bertanya padanya apakah ia melihat kunci rumahku yang mungkin terjatuh namun kembali kuurungkan niatku karena alasan yang jelas, yakni ia seorang pemabuk dan mana mungkin seorang pemabuk sepertinya bisa dipercaya. Akupun melewainya tanpa menyapanya dan kembali orang itu memanggilku.

“Hey Bung!” ia memanggil aku berkali namun aku abaikan dan berjalan terus lalu orang itu berkata “Apakah kau mencari ini?” akupun menoleh dan melihatnya sedang menunjukan sesuatu, akupun menghampirinya dan ternyata benar yang ia tunjukan itu adalah kunci rumahku.

“Terimaksih Tuan, inilah yang saya cari” sebenarnya setelah mengambil kunci itu aku ingin langsung pulang tetapi kupikir tidaklah sopan hingga akhirnya sampailah aku pada obrolan singkat dengannya. Nama orang itu adalah Vivere Pericoloso, umurnya 32 tahun. 

“Tuan Vivere, aku ingin bertanya kepada anda mengapa anda lebih memilih melewati jalan Lifj padahal kan tuan tahu sendiri jalan itu gelap banyak terdapat gelandangan, yang kata orang-orang banyak itu tempat itu angker bahkan tempat berkumpulnya para penjahat”
“Begini Bung Marwijk, atas dasar kata orang-orang banyak kah anda bertanya demikian padaku?”

“Ya seperti yang saya katakan barusan Tuan, saya mendengar dari obrolan-obrolan pekerja lain lagipula ketika orang-orang banyak memilih jalan Ritjh mengapa anda memilih jalan Lifj yang secara notabene itu jalan yang cukup gelap dan mungkin tidak bersahabat dengan para pekerja malam.”
“Kalau saya pikir anda tidak akan bertanya demikian ketika Anda sudah melewati jalan itu, toh anda hanya mendengar dari kata orang saja kan Bung?”
“Ya, memang saya tidak pernah melewati jalan itu dan hanya mendengar dari kata oranglain saja.”

“Hehe, begini Bung, atau saya panggin anda Tuan saja ya, saya tidak akan menceritakan apa saja yang ada dijalan itu, dan mengapa saya lebih memilih jalan itu. Awalnya saya melewati jalan yang sama dengan tuan, banyak yang melarang untuk melewati jalan itu namun ada beberapa hal yang membuat saya berpikir mengapa memang dengan jalan itu, apakah ada yang salah dari melewati jalan itu? Hingga sampailah saya pada sekarang.”

“Sampai tuan akhirnya memilih akan selalu melewati jalan itu? Dan mengabaikan kata orang-banyak.”

“Kata-kata orang lain pada akhirnya hanya menjadi angin lalu Tuan, yang merasakan anda sendiri bukan orang lain itu. setiap hari kita akan selalu ditemui pada sebuah pilihan, contohnya disaat Tuan memilih tidak menjadi perokok itu adalah pilihan, disaat saya memilih menghabiskan beberapa batang sigaret saya diluar rumah juga pilihan, namun memang kita sepertinya tak sadar bahwa kita telah memillih suatu hal.” Akupun terdiam hening mendengar kata-katanya, apakah benar orang ini seperti yang orang lain bicarakan? Apakah pemabuk, pemburu hantu, penjahat akan berbicara seperti ini, saya tenggelam dalam pikiran saya untuk beberapa saat hingga orang itu berkata lagi.

“Maaf jika membuat tuan bingung, saya tidak bermaksud menghasut anda biar saya cerita sedikit, jalan itu” sembari ia menujuk jalan Lifj “terdapat banyak gelandangan, pengemis, kumpulan orang-orang dengan ekonomi kebawah tidak seperti orang-orang yang terdapat jalan Ritjh, kau tahu aku selalu membawa kantung plastik disetiap aku melewati jalan itu bukan, isinya adalah makanan dan beberapa cemilan, aku tinggal sendiri dikampung ini dan merekalah keluargaku orang-orang terasing yang dijauhi kebanyakan orang, merekalah yang menemaniku tiap aku sepulang kerja. Aku bisa merasakan kepedihan mereka dijalan itu, tentang kehidupan dan lainnya”

“Jadi itukah alasan anda selalu melewati jalan itu”

“Tuhan menciptakan hati dan perasaan, dan lewat jalan itu saya rasa saya bisa memfungsikan ciptaan Tuhan itu dengan baik, lagipula manusia diciptakan sebagai mahluk sosial bukan? Sudah pukul tiga dinihari tuan, bukankah esok tuan kembali bekerja”

“Oh iya tuan, tidak terasa sudah begitu pagi.”

“Rumah saya tidak jauh dari rumah Tuan, hanya berbeda lima rumah disamping Tuan, mampirlah jika ada waktu, saya ingin istirahat terimakasih sudah menemani pagi saya Tuan”

“Apakah tuan kenal dengan saya?” lalu orang itupun berjalan pergi tanpa membalas jawabku.


Selasa Petang 30 Desember 2014

D.A