Rabu, 05 Desember 2012

secerca cahaya dariMu


Secerca Cahaya DariMu

O’iem Dos Santos


     Aku berjalan dengan satu lilin yang sedikit menuntunku di kelamnya malam-malam ku , melewati cerita demi cerita dengan keadaan yang sangat tragis seperti ini memang membuatku tertekan dan hampir putus asa, selain tercipta dalam keadaan yang lain dari pada manusia selayaknya aku juga sudah masuk kedalam lembaran buku yang sudah rusak, cover yang mulanya lengkap kini tinggal setengah saja belum lagi sobekan sobekan ditiap lembar halamanya untuk menuju lembar selanjutnya butuh perjuangan keras untuk mencari agar tulisan yang rusak itu dapat kutemui.
    Dengan secerca cahaya aku melanjutkan malam malamku yang kupikir masih teramat panjang itu, walau ku selalu berharap agar cerita hidupku akan segera mencapai akhir halamanya dan menuju alam yang tentu saja setiap manusia pasti akan menemuinya, dengan bantuan alat buatan ahli kesehatan inilah aku masih bisa melangkah tegak walau ku hanya memiliki satu penyangga , ya walau ini hanyalah penyangga imitasi yang tak mampu berbuat banyak  ,tapi cukup membantuku untuk menjalani ceritaku yang selalu saja tanpa matahari  ini.
***
    Disetiap lembaran baru cerita kubuka ,kumulai dengan memetik senar demi senar menaiki sebuah kendaraan besar yang  selalu mengantar banyak orang kepada tujuanya disetiap harinya , dan berkat merekalah ceritaku masih dapat bertahan hingga sekarang , kadangkala ku berpikir bahwa aku hidup dari belas kasihan mereka  yang tidak tega melihat orang yang tidak sempurna sepertiku, yang untuk menaiki kendaraan yang meraka taiki ini perlu bantuan dari orang lain, yang tak mampu berjalan karna keterbatasan fisik yang selalu membawa alat bantu agar langkahnya selamat, tapi biarlah karna ini adalah takdir yang harus kulawan, mereka yang memberi juga ikhlas dan aku juga bukan seorang yang hanya mengharapkan belas kasih orang lain , aku benyanyi dan mereka membalas suaraku ,jadi kurasa aku lebih baik dari orang orang yang kusebutkan itu, yaitu orang orang yang hanya mengharapkan belas kasih orang banyak dan tidak mau berusaha walau hanya sedikit.
     Ketika senja tiba ,ku selalu menghintung laba hari ini yang mungkin tidak seberapa , belum untuk ku beri kepada seorang manusia yang paling sempurna menurutku ,mahluk yang diciptakan tuhan sebagai cahaya untuk diriku, orang yang selalu mengajarkan aku agar tak menyerah dengan sebuah kata yang amat menyesakan menurutku yaitu “kenyataan hidup” yang harus aku jalani tanpa mengeluh, ialah ibu , satu satunya yang kumiliki saat ini. Tanpa lelah ia menjagaku walau ia tahu bahwa aku ini takkan pernah menjadi apa-apa, hanya sebuah binatang jalang yang terbuang , terhina, dan tidak memiliki tempat untuk berdiri di atas muka bumi ini bagiku, tetapi tidak baginya ia selalu memberi cahaya atas segala kegelapan yang kurasakan, menerangi tiap malam malamku dan ia pernah berkata yang kata katanya itu takkan bisa kulupakan hingga sekarang , ibu berkata “hiduplah kau seperti cicak nak, selalu bersabar atas makananya yang tinggal di udara sedangkan ia tinggal di darat, tak pernah memaksakan diri untuk melompat untuk makan karna ia tahu akan membahayakan dirinya sendiri, dan percayalah bahwa kita telah diberi rizki oleh tuhan seperti cicak yang tak pernah mati karena kelaparan”  itulah kata katanya yang selalu ku pegang erat-erat dalam hidupku untuk melanjutkan ceritaku kedepan.
     Kini langkahku tertuju kepada tempat dimana cahayaku bersarang dan untuk ku berbaring memulai mimpiku hingga mengakhiri halaman ini menuju halaman selanjutnya. Langkah demi langkah kulalui tiba tiba tersirat sedikit pikiran yang membayangkan suatu kekelaman, tapi ku hanya bisa berharap itu hanya ada dalam pikiranku saja ,bagaikan kilat tiba-tiba suara sirene terdengar keras dari kendaraan berisi para pejuang yang mencoba menyelamatkan kediaman masyarakat banyak dari amarah jilatan api yang bisa saja menjadi lebih mengerikan, kini pikiranku makin kacau ku paksakan langkahku yang sangat terbatas untuk lebih cepat lagi hingga ku terjerambab berkali kali , tapi ini sangat mengerikan dari pada malam malam yang kulalui sebelumnya , hingga beberapa puluh langkah lagi tujuanku tercapai terlihat sinar merah menyala dari kemarahan , sungguh bengis sekali , ku tak mampu meluapkan segala isi hatiku saat itu, hanya satu yang ada dipikiranku mencari cahaya yang selalu menyinariku itu, dengan keadaan yang sungguh rumit ku terobos ketakuan demi cahaya ku , walau banyak sekali orang-orang yang menahanku layaknya benalu mereka menghalangiku untuk masuk kedalam sana tapi tetap ku paksakan hingga cahayaku berhasil kutemui , tetapi usahaku gagal, benalu-benalu itu berhasil menghalangi langkahku bukan hanya menghalangi tapi malah mencercaku dan mencemoohku “pergi sana ! selamatkan dirimu ,jangan memaksa masuk dan menyusahkan kami !” tandas para benalu itu. Sungguh malam macam apalagi ini ,apa aku hanya akan terus hidup dimalam-malam yang kelam. Saat itu hanya ada satu harapan didalam hatikuku kepada Tuhan  “Tuhanku, ku sudah melewati hari-harimu dengan banyak malam, ku tak pernah meminta kepadamu agar memberikanku matahari dan siang hari, ku hanya ingin agar kau memberikan cahayaku kembali padaku, karna ialah yang mampu membuatku bertahan hingga saat ini, ialah yang lebih menerangiku daripada matahari ,dan ialah yang kumiliki ,harapku kembalikanlah ia padaku wahai zat yang paling megerti hambaNya” tandasku dipuncak sedu sedanku tak lama kemudian aku terjatuh hingga tak sadarkan diri.
     Disaat kedua indra yang mampu melihat dunia ini terbuka, aku bingung sekali,sedang berada dimana aku sekarang ? Tanya dalam hatiku, tempat yang belum sama sekali aku datangi ini ,bau yang agak aneh , dingin seperti sedang berada didalam tempat pendingin , kasur yang empuk dengan empat kaki , selimut serba putih ,dan selang kecil yang biasa ada untuk akuarium pun ada di siku tangan kananku menempel dan mengalirkan air, tempat apa ini ? aneh sekali banyak alat-alat yang cukup asing dipandanganku yang masih amat terbatas, aku mencoba bangun dan pergi dari tempat ini tetapi tubuhku masih teramat lelah. Tak lama kemudian terlihat secerca cahaya masuk melalui pintu yang terdapat disisi kanan tempat ku berbaring ini , saat itu ku tak mampu dengan jelas menatapnya lalu terdengar suara yang sudah tidak asing lagi bagiku.
     “man, man, herman anak ibu ,kamu baik baik saja kan nak” suara itu terdengar berulang ulang kali lalu kubuka lebar-lebar mata ini yang tadi hanya mampu terbuka setengah saja dan ternyata itu adalah Ibuku ,cahanya penerangku ,alangkah bahagianya ku saat itu tenyata tuhan mengabulkan do’aku.
      “Ibuuu “ teriaku, langsung ku terbangun dari ranjang yang memanjakan tubuhku lalu ku peluk dia dengan tetesan air mata yang tetesanya melambangakan kebahagianku ini.
      “iya Ibu, Herman baik baik saja” jawabku
saat inilah kurasakan hari siangku dimana cahaya matahari menerangi segala penglihatanku , tak sedikitpun dapat tersembunyi dari cahaya sinarnya saat ini.


Kartini 28 Oktober 2012

Selasa, 04 Desember 2012

Ketika Pencerahan Datang


Ketika Pencerahan Datang
O’iem Dos Santos



        Aku terlahir dengan nama Muhammad Syahreza, nama yang sangat indah menurutku tapi sangat jauh dari sifat dan kepribadian ku. Sering teman-temanku mengejeku karna nama dan kelakuan ku sangat jauh berbeda , nama yang diambil dari seorang Nabi yang berkepribadian baik, berahlak mulia tapi diberikan kepada orang sepertiku yang sangat terbalik dari sifat beliau. Tak tahu kenapa Ayahku memberi nama ku seperti itu padahal ia sangat jauh dari agama keseharianya hanya mabuk dan berjudi saja, mungkin itu nama dari Ibuku yang hanya dalam waktu 7 tahun aku bisa merasakan kasih sayangnya sebelum ia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.
       Dibesarkan didaerah yang rawan dengan kemaksiatan ,perjudian bahkan narkoba , pergaulan yang sangat kacau membuatku terlalu terlarut dalam kehidupan yang menyesatkan ini, memang nikmat tetapi tak tahu dampak dari kenikmatan itu sendiri. Didaerahku ini hanya akulah yang masih bersekolah karna aku diterima di SMA Negeri yang tidak memerlukan SPP ditiap bulanya.
       Disekolah aku mungkin bukan satu-satunya anak yang malas tapi akulah yang selalu disalahkan oleh guru-guru karna aku dinilai memberi dampak negatif kepada teman-temanku dengan mengajak teman temanku untuk tidak mengerjakan tugas dan lebih memilih main dan nongkrong, padahalkan itu kemauan meraka bukan salahku kalau mereka mau menuruti aku.
***
Pagi ini aku pusing sekali karna ada pelajaran geografi gurunya sangat killer menurutku, selalu memberi hukuman kepada para siswanya jika tidak mengerjakan tugas, entah dijemur , disuruh membersihkan WC, tidak diberi nilai dan banyak lagi. Bimbang sekali aku pagi itu kalau aku bolos lagi pastilah aku akan dikeluarkan dari sekolah karna sering sekali aku bolos, yasudahlah masuk saja dari pada aku keluar sayang sekali udah mau kelas 3 dan hampir lulus. Disekolahku ada seorang siswi perempuan cantik dan juga baik hati ia bernama Anissa Rahmi Rahmawati, perempuan dengan jilbab menutupi rambutnya yg lebih menarik hatiku daripada perempuan lain yang selalu berpenampilan menor dan ingin dilihat.
     Sampai dikelas teman temanku sibuk dengan tugas geografinya ,sedangkan aku hanya diam dan main permainan yang ada diHP ku tanpa mempedulikanya,saat itu guruku masuk dan memulai meneranagkan ,lalu langsung menyruh kami mengeluarkan tugas yang diberikanya minggu lalu, ahh sial kenapa dia harus ingat kataku. Tiba tiba seorang siswi berjilbab yang kuceritakan itu mengok kebelakang kearahku yang duduk dibelakangnya.
     “ini za” sambil memberikanku buku tulis
     “apaan ini  sa ?”
     “kamu pasti belum mengerjakan tugas geografi kan, ini sudah kukerjakan “
     “ah serius sa,lo kerjain semua”
     “iya, serius daripada kamu dimarahi terus oleh pak heri dan nanti bisa-bisa tidak lulus gimana ?”
terdiam sejenak ku mendengar jawabanya itu, bagaikan nabi Muhammad yang turun kebumi member pencerahan kepada umatnya,begitu pula dia memberikan pertolongan besar terhadapku dan masa depanku yang mungkinsudah tidak jelas ini
     “makasih ya anissa” jawabku dengan senyuman.
ia hanya menoleh tanpa memberi jawaban, dan selamatlah aku dari hukuman dan nilai nol itu.
ketika bel dibunyikan dan kegiatan belajar berhenti aku keluar kelas dan duduk dibangku samping musholla untuk menunggu anissa dan berterima kasih atas pertolonganya itu.
dan ia pun tiba,ia sedang berjalan menuju musholla ini dan langsung saja ku panggil dia.
     “anissa rahmi”
     “iya za”
     “terima kasih ya sa, kalau ngga ada lo pasti gue dihukum lagi dah sama pak heri”
     “ngga apa apa kok za, sudah kewajiban kita sesama muslim saling membantu”
sungguh jawaban yang ada duluar fikiran ku padahal solat saja aku jarang sekali sebulan saja terhitung oleh jari lah”
     ”oia aku solat dulu ya, kamu juga mau solat kan”  Tanya nya sambil tersenyum, mungkin mengejeku karna aku yang tak pernah sekalipun solat, Ayahku saja tak pernah solat ibukulah yang mengajariku tapi itu sudah lama sekali sebelum ibu wafat.
     “hmm iya iya ini juga mau solat kok” jawabku agak gagap.
aduh cara berwudhu gimana ya, lupa sekali aku, karna terakhir aku solat itu ketika aku SMP sudahlah liat saja yang lain wudhu tinggal mengikuti .
      selasailah solat zuhur ku yang sudah lama sekali ku tinggalkan ini, damai sekali hati ini setelah solat , baru kali ini aku merasakan ketentraman hati yang luar biasa ini, lalu keluar dan kembali duduk sambil menunggu malaikat penolongku tadi.
     “sudah selesai solat za?” Tanya malaikat penolongku itu yang langsung duduk disebelahku.
     “sudah kok sa”
     “hmm solatnya jangan hanya zuhur saja ya za, ashar, magrib, isya dan subuhnya juga jangan sampai ketinggalan, karna jika hanya satu tiang bangunanmu pasti akan roboh”
     “iya sa,tapi kok bangunan sih” tanyaku bingung
     “iya za ,karna solat itu adalah bangunan kita kelak disurga jika hanya satu tiangnya pasti tidak akan kuat menahan kemagahan surganya Allah swt”
kata kata yang belum pernah kudengar dari teman teman ku, seperti sedang berada didepan mimbar solat jumat dan mendengarkan pencerahan dari ustad dan kyai.
     “oh gitu ya sa, pasti aku akan solat kok”
     “bagus lah zal ,tapi jangan hanya kamu saja yang solat ajak juga teman temanmu yang lain agar dapat solat juga bersama dirimu”
     “iya sa pasti”
     “tapi ingat lagi, kamu solat juga jangan karena aku tapi karena Allah za”
terdiam lagi aku mendengar kata katanya itu, sungguh seorang wanita cantik luar dan dalam ,sempurna jasmani dan rohaninya sempat ku berfikir kalau ia bukanlah manusia melainkan seorang malaikat berwujud manusia yang sedang menyamar untuk memberiku pencerahan.
     “iya sa,pasti bakal gue ingat kata kata lo untuk sekarang dan mudah mudahan seterunya sa”
     “amin za, aku duluan ya za, assalamualaikum”
     “walaikum salam”


***
       Lelah sekali hari ini walau ku sangat senang karna kejadian disekolah tadi, belum sampai lima menit sampai rumah tiba tiba terdengar panggilan Allah untuk umatnya untuk bersegera solat ashar, baru aku ingin beristirahat tapi yasudahlah aku jalani saja mungkin suasana hatiku akan lebih damai lagi seperti tadi, tanpa mengganti pakaian sekolah ku aku langsung bergegas kemasjid dekat kampungku yang mungkin sudah bertahun tahun tak kudatangi itu.
     “woi.. za mau kemana lo ?” seru ilham teman satu daerah tinggalku
     “mesjid am, solat dulu biar damai”
     “hahahaha, gue ngga lagi mimpi kan nih za ?”
     “ngga lah ,gue baru dapet ilham nih”
     “dikasih duit berape lo za ama Tuhan ? sampe lo sembah lagi hahaha”  tawanya mengeras hingga terbahak bahak namun aku tak menggubrisnya dan langsung meninggalkanya
     “woi za ,nitip salam ya buat tuhan hahaha” serunya lagi dengan tawa yang semakin mengeras.
bingung sekali aku disaat aku ingin berada di jalan yang benar malah dicemooh sudahlah mendingan aku melunasi janjiku pada anissa untuk solat lima waktu.
kedamaian kembali hadir setelah aku melaksanakan solat ashar, sejuk sekali rasanya seperti ada disebuah ruangan ber AC yang hanya orang orang ataslah yang memilikinya. Tiba tiba datanglah ustad soleh ,ia adalah imam masjid ini sekaligus penjaga rumah Allah ini.
     “eh nak reza, alhamdulillah yah sekarang ada anak muda yang mengisi masjid ini yang biasanya hanya orang orang berusia lanjutlah yang beribadah di masjid ini”
     “iya ustad”
     “kenapa tidak mengajak yang lain nak reza ?”
     “ya mana pada mau ustad mendengar jawaban saya ingin kemasjid ini saja mereka menyangka sedang bermimpi, sampai sampai bilang bahwa saya diberi uang berapa sama Tuhan sampai sampai saya solat kembali ustad”
      “begitulah manusia yang tidak pernah berterima kasih atas segala yang Tuhan berikan”
      “maksudnya ustad ?” tanyaku lebih dalam
      “iya kita telah diberi banyak kenikmatan dan kesempurnaan dalam hidup tapi apa timbal balik dari kita, malah menghinanya, melupakanya padalah banyak mausia selain kita yg tidak sempurna tapi ia masih bisa bersyukur”
      “iya ya ustad benar juga, Alhamdulillah terima kasih ustad saya jadi bisa mengerti sedikit tentang agama”
      “iya za sama sama nak reza , kalau mau belajar agama datang saja kemari nanti pasti ustad ajarkan lebih banyak”
      “iya ustad pasti, saya pulang dulu ya ustad , assalamualaikum “
      “walaikum salam”

    bagaikan tanaman yang diberi air oleh pemiliknya aku baru merasa hidup di dunia ,ustad soleh memang sangat baik ,setengah jalan sebelum sampai rumah kulihat joko, wira, dan ucup teman teman bermainku dan mereka langsung menyapaku.
      “woi za, denger denger ada yang kerasukan jin islam nih hahaha” seru joko dan membuat andri dan ucup tertawa terbahak bahak
      “tau lo za ,kesambet setan apaan si lo sampe solat segala hahaha” giliran ucup yg menghinaku
      “woi udeh lo pada, temen berubah bukanye seneng malah dihina hina” seru wira membelaku
      “udeh wir lo jangan munafik, lo aja hobinya maen judi lo nyadar lah, lo aja makan pake duit ape haram ape halal” seru joko kepada wira ,lalu wira bangun dan member bogem mentah kearah joko
      “woi udeh udeh gara gara gue solat kenape elo pada ribut, udeh wir sabar” teriakku sambil menahan wira
      “awas lo ko, gue bikin bonyok lo, gue yg makan ya seterah gue” gertak wira
      “udeh wir mending lo solat biar tenang pikiran lo”
     “iye za, gue balik dulu ntar magrib aje ye, lo kerumah gue dulu, oke”
     “oke dah”
aku dan wira pulang meninggalkan joko dan ucup yg masih ada di tongkronganya.
     Terdengar adzan magrib lalu aku bersiap menuju rumah wira dan mengajaknya solat, diperjalananku menuju rumah wira aku melihat joko dan ucup sedang berlari secepat kilat hingga menabrak diriku, ada apa dengan mereka, lalu kudengar suara Bu Iyem ibunya Wira berteriak minta tolong sambil menangis.
     “kenapa bu ?” tanyaku bingung
     “ini nak reza, wira anak ibu” jawabnya dengan isak tangis yg mendalam
     “Wira kenapa bu ?”
     “dia dibacok, ibu tak tahu siapa pelakunya”
     “dimana bu masa ibu tidak tahu ?”
     “didepan rumah nak, iya dia baru saja mandi katanya mau nunggu nak reza mau ke masjid bersama, pas ibu tinggal kedalam sebantar  tiba tiba wira berteriak kesakitan dan tahunya seperti ini”
     “baiklah bu ayo kita bawa wira kerumah sakit”
aku dan ibu Iyem segera membawa wira kerumah sakit dengan bajaj ,terliahat wajah yang amat gelisah dari ibu iyem ,yang amat takut jikalau anaknya itu tak selamat. Sampailah kami di UGD rumah sakit husada, wira langsung dibawa ke kamar rawatnya ,aku dan ibu iyem hanya boleh menunggu diluar saja , dengan perasaan harap harap cemas kami menunggu kabar dari dokter yg memeriksa wira, lalu datanglah seorang suster menghampiri kami.
     “ibu dan adik keluarga dari ahmad wirawan ya ?”
     “iya suster bagaimana keadaan anak saya ?” Tanya ibu iyem gelisah
     “baiklah ibu bisa menyelesaikan administrasinya terlebih dahulu diruang administrasi nanti adik ini saya antar ke ruangan wirawan”
     “baik suster, saya pulang dulu saya kesini tidak membawa uang sama sekali”
     “baik bu ,secepatnya ya bu agar anak ibu tidat telat mendapat perawatan”
geram sekali aku mendengar percakapan itu, seharusnya rumah sakit menolong terlebih dahulu malah memikirkan biaya terlebih dahulu, tapi untung wira masih tergolong keluarga yg sederhana tidak seperti yg lain ,yg berada dibawah garis kemiskinan, ayahnya mantan pegawai negeri yg 2 tahun lalu meninggal dan sekarang keluarganya ditanggung pemerintah, ,sudahlah lebih baik aku solat magrib terlebih dahulusebelum waktunya habis karna insiden ini.
tak lama setelah selesai solat suster menghampiriku dan bertanya
     “kamu yang bernama reza bukan nak ?”
     “iya sus, saya sendiri “
     “pasian yg bernama wira tadi memanggil manggil namamu nak, mungkin ada yg ingindibicarakan padamu , kamu bisa menjenguk ke ruanganya kok nak”
     “baiklah dengan senang hati sus” lalu suster mengantarku kekamar dimana wira dirawat
     “ini ruanganya nak reza kalau butuh apa apa tinggal tekan tombol yga ada di sebelah kanan pasien saja ya”
     “iya sus terimakasih” segeralah aku masuk menghampiri wira yg terbujur kaku di tumpukan kapuk yg empuk milik rumah sakit ini dengan balutan perban dan sisa darah yg masih keluar dari tubuhnya itu.
     “wir lo kenapa wir bisa begini ?”
     “ini kerjaan joko sama ucup za, mungkin joko dendam karna gue pukul tadi sore”
     “brengsek memang joko biar kubalas dia nanti”
     “sudahlah za ,tidak usah biar Tuhanlah yg membalas mereka” terdiam aku mendengar jawaban itu, padahal ia baru ingin solat sama sepertiku tapi sudah bisa bicara agama seperti ini.
     “iya wir, kalo lo ga ngebela gue pasti lo ga akan kaya begini ya wir,sorry ya wir semua salah gue”
     “tidak kok za, ini sudah takdir Tuhan, gue sungguh berterimakasih sama lo karna gue mimpi sesuatu yg indah akan menyambut gue terang sekali cahayanya seperti cahaya lo saat ini za, terima kasih ya Allah kau telah memberiku pencerahan sebelum aku bertemu engkau” lalu ia memejamkan mata dan menghembuskan nafas terakhirnya.
     tangisku tak terbendung saat itu, ibu wira pun datang dengan isak tangis yg luar biasa ternyata ia telah mengetahui itu bahwa pembulu darah wira ada yg putus akibat bacokan itu sehingga wira tidak bisa diselamatkan, lalu ibu iyem berbicara kepadaku dengan tangisan yg sangat mendalam.
      “terimakasih ya nak reza, di akhir hayatnya wira iya mau berusaha tobat walau belum sempat, tapi ibu yakin wira akan bahagia di alamnya”
      “tidak bu, ini hidayah dan pencerahan dari Allah yg datang tanpa kita ketahui darimana dan akan tertuju kepada siapa”
      “iya nak sekarang nak Reza bisa pulang dan Ibu sudah tahu siapa pelakunya dan sudah tertangkap pihak yang berwajib”
      “iya bu syukurlah semoga pelakunya bisa mersakan apa yg ia perbuat terhadap Wira dan mau bertobat ya bu”
      “iya nak” aku keluar kamar meninggalkan Ibu Iyem dengan jenazah anaknya Wira
      Diperjalanan pulang aku memikirkan kejadian hari ini kufikirkan anissa, ustad soleh, dan teman temanku, sangat sulit kupercaya pencerahan dan azab bisa datang kapan saja, dari siapa saja dan kepada siapa saja,sekarang joko dan ucup ada dirutan untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya, wira sudah pergi meningglkan dunia, anissa mungkin sibuk beribadah sambil belajar dan aku mungkin hanya sebuah bulan yang bersinar akibat pantulan matahari, lalu kembali memantulkanya kepada bintang-bintang disekitar dan akan membuat malam ini lebih indah dari malam-malam sebelumnya.





Kartini 10 Oktober 2012

Senin, 03 Desember 2012

Setangkai Mawar Di Jalan Kesenian


Setangkai Mawar Di Jalan Kesenian

O’iem Dos Santos


      Mataku mulai terbuka saat matahari berada di titik tengahnya , aku menegakan tubuhku dari peristirahatan singkat untuk memulai hari hariku kedepan yang mungkin sudah amat berat kulewati , kuambil sebuah alat pembantu langkahku yang terdapat di samping tempat peristirahatanku tepat di samping sebuah kotak kayu yang di desain untuk menaruh beberapa tumpukan buku didalamnya dan sebuah kaca diatasnya yang dapat kugunakan untuk melihat diriku sendiri , beberapa langkah kupijakan menuju pojok ruangan yang terdiri dari empat sisi itu, lalu ku ambil sebuah alat musik yang setiap petikanya selalu membuatku lebih bersemangat.
    Tidak lama kemudian seorang wanita yang kerap melayaniku datang dengan isyarat mengetuk pembatas antara ruanganku dengan ruang yang biasa digunakan untuk berkumpul bersama keluargaku, tok tok tok ketukan yang memberitahu aku akan kedatanganya terdengar.
    “den uka, sudah bangun” serunya
    “sudah bi, ada apa ?”
    “ini bibi sudah siapkan makan siang den, begitu pula pak jono, sudah menyiapkan mobil untuk mengantar den uka les siang ini, makananya mau bibi antar kedalam tidak den”
    “tidak usah bi biar taruh di meja makan saja, uka mau mandi dulu, terima kasih bi”
    “baiklah den nuwun”
beginilah kehidupan dengan keterbatasan segalanya harus dilakukan dengan pengamatan orang lain , padahal aku masih bisa sendiri,  sayang tuhan memberikanku waktu untuk sempurna hanya dua dekade saja, tapi sungguh ini adalah tantangan yang harus kuhadapi dari kaki gunung untuk sampai kepada puncak yang sungguh tidak mudah dan sebagai janji ku kepada ayah agar tidak mudah menyerah dengan kenyataan begitu saja.
    Kuselesaikan membersihkan tubuhku dan makan siangku, lalu segera keluar dari bangunan yang sudah menjadi tempat bernaungku selama bertahun tahun itu dengan restu dari Ayah, menuju kendaraan yang mengantarku tempat les musik ku dengan bantuan pak jono supir pribadi keluarga kami , kini kusudah tidak melanjutkan perguruan tinggiku, dan fokus terhadap kehidupanku sekarang, mendalami musik yang sangat kucintai ini dan berharap akan cerah kedepanya.
    Ditempat les yang jaraknya sekitar puluhan kilometer dari rumahku ini aku menimba berbagai ilmu tentang musik, tempat yang didirikan oleh musisi handal, sekaligus melahirkan banyak pula musisi yang handal, awalnya ku ragu karna aku mendapatkan banyak sekali tekanan disini, karna tidak sedikit temanku yang menghina keterbatasan ku ini , walau ada beberapa temanku yang selalu membantuku jika teman teman yang lain mengejeku, tapi ini tidak masalah buatku untuk apa menggubris argumen argumen yang akan membuat mentalku turun justru karna mereka aku malah lebih termotivasi lagi untuk berbuat lebih dari mereka, guru guruku pun senang sekali terhadapku karna akulah murid yang memiliki bakat lebih dari teman teman les ku yang lebih sempurna dari pada aku, sering sekali aku diajaknya pergi melihat konser instrumental musik dan diberi tugas lebih olehnya untuk memahaminya dan mempraktekanya. walau banyak sekali tugas yang diberikan oleh guru guru lesku dari menghafal sebuah nada, memahami scale pada nada major, minor maupun dominant dan membuat instrumental dari berbagai alat musik baik piano, keybord dan gitar, tapi tidak masalah buatku karna semakin hari aku merasa ilmuku semakin meningkat pesat meninggalkan teman temanku, terlebih saat akan diadakan test ,aku lah yang terlebih dahulu mereka ajarkan dari pada yang lain karena menurut guru guruku aku adalah siswa yang paling cepat memahami apa yang mereka berikan.
***
    Seusai les aku menolak jemputan pak jono karna aku ingin pergi ketempat yang mungkin menjadi kenangan terburukku selama hidupku ini, ia bernama jalan gedung kesenian ,sebuah jalan dimana tidak sedikitpun ku lupa bentuk rupanya , trotoar jalananya , penjual mawar yang selalu terlihat dipinggir jalanya bersama para pelukis karikatur , lampu berwana senjanya yang selalu bersinar tiap malam, halte buswaynya yang selalu beroperasi dari pukul enam pagi hingga pukul Sembilan malam dan museum kesenian yang berdiri tegak dengan karya karya seniman hebat negeri ini.
    Dengan langkah berat kumulai mengingat reka adegan yang terjadi itu, insiden disebuah malam yang kelam, yang terjadi ketika aku baru saja pulang dari acara reuni SMA ku, saat itu aku dalam keadaan setengah sadar karena konsumsi alkoholku saat itu melebihi batas kemampuanku, sambil mengendarai mobil dari arah gambir dengan kecepatan yang tinggi ku lewati semua mobil yang menghalangi jalanku bagaikan seorang pembalap kulakukan itu tanpa menginjakan kakiku pada pedal rem ,sungguh aku merasa amat bodoh ketika mengingat ingat itu, itu kulakukan tanpa tahu dampak negatifnya mungkin karena efek dari konsumsiku yang berlebihan sehingga tanpa sadar kulakukan semua itu itu. sesaat sebelum insiden ku terjadi aku sempat mendengar sebuah suara yang sudah tidak asing bagiku, suara yang telah lama tidak terdengar lagi, yaitu suara yang seperti keluar dari kerongkongan almarhum ibuku , kata katanya seperti ini “semoga dengan kejadian ini kau akan lebih bertanggung jawab Uka Apais anakku” dan setelah suara itu tiba aku langsung menabrak trotoar pembatas antara jalan busway dan jalan kendaraan umum, mobilku menabrak halte busway itu dan terpental puluhan meter ke arah selatan dari halte busway tersebut. Aku serasa ada didalam sebuah apolo yang sedang bergesekan dengan meteor ,tiba tiba seorang yang tadinya pembalap  yang bernyali itu berubah seketika seperti bocah yang terjebak kebakaran dan tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk menyelamatkan dirinya, semua tubuhku terasa remuk saat itu tidak ada sedikitpun urat saraf yang mampu menjalankan sugestiku untuk bergerak keluar dari tumpukan besi yang sudah hancur ini hingga akhirnya ku tidak sadarkan diri dan berfikir sudah tidak dapat melihat dunia ini lagi.
    Ketika kedua kelopak yang menghalangi indera penglihatanku terbuka terdapat alat pembantu untuk bernafas terletak menutupu hidung dan mulutku, ternyata aku masih dapat melihat indahnya dunia ini walau saat itu aku berada dalam ruangan yang dipenuhi alat alat kedokteran , tiba tiba ayah datang dengan seorang laki laki yang berkacamata dan berpakaian serba putih lalu mereka berdiskusi dihadapanku, aku tidak mengerti apa yang mereka diskusikan itu, beberapa menit kemudian pria berkacamata yang memakai pakaian serba putih itu keluar, lalu ayah menghampiri aku dengan matanya yang berkaca kaca dan masih terlihat sedikit bekas air matanya , sesampainya di hadapanku ayah berkata
   “syukurlah Uka Apais anak ayah masih bisa selamat, maafkan ayah yang selama ini terlalu sibuk dengan pekerjaan ayah nak sehingga sering kali mengabaikanmu, kau adalah anak ayah satu satunya dan hadiah dari ibumu yang amat ayah cinta yang telah lebih dahulu meninggalkan kita, kini kau harus menerima kenyataan nak ,ayah berjanji setelah ini ayah akan selalu berada di sisimu dan selalu mendukung apa yang kau inginkan” begitulah kata kata ayah yang sama sekali aku tidak mengerti memang setelah kepergian ibu 7 tahun lalu ayah tidak pernah sedikitpun memberi waktunya sedikitpun untukku ia hanya bisa menyuruhku saja menuruti segala perintahnya. Tapi aku masih tidak mengerti kata katanya yang menyatakan aku harus menerima kenyataan ini padahal aku masih baik baik saja, ketika beberapa saat ku ingin ke kamar mandi untuk membuang air kecil aku mencoba bangun lalu ayah membantuku dan mengambilkan sebuah alat bantu yang biasa digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan fisik untuk menuntunya berjalan, apa yang sedang ayah lakukan Tanya dalam hatiku lalu aku membuka alat bantu pernafasanku yang menghalangi bibirku untuk berbicara.
   “untuk apa tongkat itu ayah ?” tanyaku
   “kini alat ini akan selalu menemanimu nak,menuntun setiap langkahmu kemanapun yang kau kehendaki” jawabnya sambil mengeluarkan tetesan tetesan air dari matanya.
   “apa yang sebenarnnya terjadi ayah ?” tanyaku binggung dengan jawaban ayah tadi
   “kakimu terhimpit kerangka mobilmu nak dan didalam kakimu terjadi pembengkakan yang telah membunuh syaraf syarafmu sehingga tidak berfungsi lagi, sebelum pembengkakan itu menyebar luas tim medis segera mengamputasi kaki kirimu” tambahnya dengan isak tangis yang lebih dalam dan dengan mimik wajah yang mencoba tegar.
barulah aku tahu apa yang ayah maksud  ternyata aku bukanlah manusia yang sempurna lagi ,dan betapa hancurnya leburnya persaanku saat mengetahui itu, airmataku pun tidak mampu lagi kutahan, aku merasa hidupku sudah amat tidak berarti lagi, aku pun berteriak sekencang kencangnya
    “kenapa kau tidak langsung mencabut nyawaku Tuhan ? mengapa kau memberi cobaan yang tak dapat hamba terima !” berulang kali aku mengulangkan kata kata itu, lalu ayah mencoba menenagkanku dengan kata katanya.
    “bersabarlah nak , ayah yakin kau adalah anak yang kuat kau masih bisa melanjutkan mimpimu untuk menjadi musisi, kini kau tidak perlu lagi kuliah ayah akan memasukanmu ke tempat les musik yang selalu kau idam idamkan sejak dulu” seru ayah untuk meredam amarahku
    “tetapi aku sudah tidak sempunya ayah ! aku sekarang ini cacat !” jawabku dengan isak tangis yang amat mendalam kurasakan.
    “bukankan kau pernah melihat pertunjukan seorang musisi yang memainkan gitar tanpa kedua tanganya dan kau sangat mengaguminya karna keterbatasanya ia tetap kuat dan tidak menyerah , kau masih beruntung nak, kedua tanganmu masih utuh dan mimpimu tentu masih bisa kau raih, kini ayah akan selalu menyertaimu nak” mendengar kata kata ayah yang tadi itu aku kembali mengangis dan langsung ku peluk ayah
    “maafkan uka Ayah, uka terlalu terlarut dalam penderitaan ini dan tidak mau lagi berusaha , tetapi uka janji uka akan menjadi anak yang dapat ayah banggakan nanti walau fisik uka sudah tidak seperti dulu lagi”
    “itu baru anak ayah ,pasti ibumu sedang tersenyum diatas sana karna melihat anaknya yang gigih sepertimu”
Ayah langsung memeluku lagi dengan penuh air matanya yang membasahi kausku lalu kubalas pelukanya itu pula.
    Beberapa hari kemudian aku diizinkan pulang oleh dokter dan dapat beristirahat kembali ke rumah lagi , sesampai dirumah aku langsung menuju kamarku dengan bantuan pak jono ,setibanya di kamar kuliahat terdapat gitar baru , mungkin ini adalah hadiah dari ayah agar aku tidak terlarut dalam kesedihanku lagi , lalu ayah datang ke kamarku dan memberikanku sebuah jadwal yang tidak kuketahui itu apa lalu berkata.
   “ini adalah jadwal les mu nak, ayah sudah mendaftarkanmu itu dimulai dua pekan lagi, kini kau tidak perlu lagi kuliah teruskanlah impianmu yang sempat tertunda karena ego ayah, semoga kau dapat menjadi apa yang kau inginkan kelak” katanya dan langsung membiarkanku sendiri berfikir diruangan yang selalu kusinggahi untuk melawati malam malamku.
    Kata kata yang tidak dapat kulupakan hingga sekarang ,dan menjadi motivasi terbesarku untuk lebih baik kedepanya , kini kenangan pahit itu hanyalah sebuah cerita masa lalu, dan tempat ini adalah tempat yang merubah total hidupku , kubeli setangkai mawar dari penjual mawar yang masih berjualan disini , lalu kulemparkan mawar itu ke tengah jalan gedung kesenian ini sebagai tanda terima kasihku karna dari tempat yang amat kelam ini, aku dapat merubah hidupku seperti ini, menjadi seseorang yang lebih kuat dan tidak mudah menyerah, kupanggil taksi untuk mengantarku kembali ketempat bernaungku dan bersiap untuk mengikuti test musikku esok yang telah kupersiapkan matang matang untuk masa depanku.


Jakarta 07 November 2012

Minggu, 02 Desember 2012

Anak Ayah


ANAK AYAH
O’iem Dos Santos


      Udara pagi ini sejuk sekali mugkin lebih sejuk dari hari kemarin ,kuambil cangkir lalu kutuangkan bubuk kopi, gula beserta air panas didalamnya ,rasanya sudah sangat lama aku tidak menikmati masa pagi ku ini padahal umurku masih belasan dan masih ingin bebas seperti teman temanku yang lain ,yang tak ada beban di akhir bulan dan tidak perlu susah payah untuk mencari sesuap nasi untuk dimakan.
     Ya inilah asam garam kehidupan ,siapa yang mau berusaha pasti akan bertahan ,sering sekali aku bertanya-tanya kepada Tuhan kenapa diumurku yang masih sangat muda ini aku sudah harus merasakan kerasnya kehidupan yang semestinya kurasakan ketika aku dewasa nanti.
Tiba tiba ayah datang dalam lamunan pagiku ini dan bertanya
  “Hilman, belum berangkat kau ?”
  “Belum yah”
  “kenapa kamu belum berangkat nak ?”
  “nanti yah, setelah kopiku habis pasti aku berangkat”
  “oh yasudah ayah berangkat dulu ya man”
  “iya yah”
beginilah kehidupan ku sekarang tak bisa santai sejenak lagi,tak seperti dulu saat masih bisa meminta kepada orangtuaku untuk membeli ini, itu, dan apa saja yang kusuka.
      tak tahu harus menyalahkan siapa tapi yang jelas sekarang ibuku sudah tek perduli lagi dengan kami, tak perduli dengan aku ,Ayah dan adiku shinta , disaat aku sedang sakit parah saja dia sama sekali tidak datang jagankan membiayaiku dan mengurusku, untuk menjenguku sebentar saja dia tidak mau, untung aku msh ada tabungan dari hasil narik angkotku dan sedikit uang hasil ayah ngojek untuk berobat diriku dan sedikit bantuan dari teman temanku.
    
***
      Matahari di pangkalan terik sekali padahal baru jam delapan, sudah biasa lah seorang supir angkot harus berpanas panasan.
  “Man ,lo mau narik ga ?” Tanya temanku jono yang seorang supir juga
  “angkot siapa jon,yaudeh sini gue yang bawa”
  “nih angkot gue aje, gue mau kebekasi dulu man ada urusan”
  “yaudah lo balik jam berape jon ?”
  “udeh nanti kalo duit setoran ama kelebihan lo udeh dapet langsung kandangin aje mobilnye lebihnye lo ambil aje semua, storanye baru lo kasih gue”
  “sip ,makasih nih jon”
  “sama sama man”
       beruntung sekali ku punya sahabat seperti dia,kalau bukan karna dia mungkin aku takkan bisa membawa mobil ini dan mungkin menjadi gelandangan karna tak memiliki tempat tinggal lagi. Andai saja ayah tidak di PHK dari kantornya  dan tidak suka bertaruh mungkin dia tidak akan menjual rumah kami untuk melunasi hutang-hutangnya karna kalah bertaruh itu,dan mungkin semua akan baik baik saja sampai sekarang, Ibu tidak akan pergi dan mencari suami baru, kami akan tinggal mapan ,aku tak perlu kewalahan di akhir bulan untuk membayar kosan karna penghasilan ayah sebagai tukang ojek tidak seberapa dari pada hasil narik angkotku.

***
       Matahari sudah sampai di titik akhirnya, dan Alhamdulullah aku mendapatkan rejeki yang lumayan banyak hari ini , sehingga rasa lelahku terbayar sudah , dan segera aku memarkirkan mobil yang biasa jono bawa ini kepada tempat parkirnya semula lalu membeli makanan untuk aku ayah dan adiku makan malam ini.
kudapati adiku sedang duduk didepan kosan yang kami tempati ini sambil menyeruput teh manis, dan tak lama melihatku dan bertanya.
  “kak hilman sudah pulang ?”
  “iya sin, ayah sudah pulang belum ?”
  “sudah dari jam 4 kok kak,dan langsung tidur”
  “oh, ayo masuk kita makan bersama kakak bawa makanan nih”
  “iya kak”
      aku dan adiku masuk lalu membangunkan ayah untuk makan bersama , jarang sekali kurasakan suasana seperti ini, biasanya hanya aku dan adiku yang makan bersama jarang sekali ada ayah karna ayah selalu pulang larut malam. Dan kini Ayah lah satu satunya orangtuaku yang harus selalu kujaga seperti ia menjaga ku dan adiku yang ditinggal pergi oleh perempuan yang takkan pernah aku ingat lagi sebagai orang yang melahirkan ku itu..




 Jakarta 20 September 2012