Estrofa : Potret Kemarin
Kepada Di
Kepada Di
I
Semoga kau masih menjaga titipanku,
seperti aku menjaga bintang-bintangmu dengan kasih
Semoga kau masih menjaga titipanku,
seperti aku menjaga bintang-bintangmu dengan kasih
II
Dari tiap mimpi pagi,
mereka terlampau gundah
kalau bukan karena sepucuk rindu
tak mungkin kembali kutemuimu
Dari tiap mimpi pagi,
mereka terlampau gundah
kalau bukan karena sepucuk rindu
tak mungkin kembali kutemuimu
III
Teruntuk engkau yang kerap tertidur dalam puisiku
kau mungkin tahu air mata
tapi kau takkan pernah tahu untuk apa ia menetes
Teruntuk engkau yang kerap tertidur dalam puisiku
kau mungkin tahu air mata
tapi kau takkan pernah tahu untuk apa ia menetes
IV
Harapan itu sangat rasional,
karena tak bisa kita salahkan tuhan
yang menciptakan mimpi dan imaji
Harapan itu sangat rasional,
karena tak bisa kita salahkan tuhan
yang menciptakan mimpi dan imaji
V
Pagi silam,
kubiarkan kau lupakan kata yang serupa bualan itu
aku tahu
: ia memang fragmen dari sebermulanya rindu
Pagi silam,
kubiarkan kau lupakan kata yang serupa bualan itu
aku tahu
: ia memang fragmen dari sebermulanya rindu
VI
Masih dalam pagi,
aku tetap dalam sebuah harap bersilang tanya
: semoga tuhan tahu apa yang kurindukan saat ini
Masih dalam pagi,
aku tetap dalam sebuah harap bersilang tanya
: semoga tuhan tahu apa yang kurindukan saat ini
VII
Kian menunda letih
hingga hujan kembali berisyarat.
Kian menunda letih
hingga hujan kembali berisyarat.
Mungkin apa yang
kutunggu dari waktu
: engkau
: engkau
VIII
Pukul dua,
menghabiskan sajak cinta tanpa nama
dengan sedikit harap
ada namaku diantara bait-baitnya
Pukul dua,
menghabiskan sajak cinta tanpa nama
dengan sedikit harap
ada namaku diantara bait-baitnya
IX
Tak sedekat kemarin
saat kita masih berbagi kata.
Tak sedekat kemarin
saat kita masih berbagi kata.
Semoga kata tetaplah
sederhana
hingga tak hirau aku akan jarak
: elegi rindu
hingga tak hirau aku akan jarak
: elegi rindu
X
Kita tenggelam dalam percakapan singkat
sembari kurangkai wajahmu dalam ingatan.
Kita tenggelam dalam percakapan singkat
sembari kurangkai wajahmu dalam ingatan.
Entahlah,
tiap tawa itu menghantarku pada rindu kemarin
tiap tawa itu menghantarku pada rindu kemarin
XI
Hujan malam,
ia membawa berkah dan sedikit mengusik rindu pada seorang
saat kita menunggu pementasan kala itu
Hujan malam,
ia membawa berkah dan sedikit mengusik rindu pada seorang
saat kita menunggu pementasan kala itu
XII
Aku tahu,
bagaimana rindu mengoyak-ngoyak hingga menjelma sepi
tapi dalam temu yang singkat
kita kian lupakan segala sepi itu
: cinta?
Aku tahu,
bagaimana rindu mengoyak-ngoyak hingga menjelma sepi
tapi dalam temu yang singkat
kita kian lupakan segala sepi itu
: cinta?
XIII
Mungkin aku layaknya rahwana dalam kacamata sita
tapi kurasa itu lebih dari cukup,
karena ku tahu bagaimana rahwana saat itu
Mungkin aku layaknya rahwana dalam kacamata sita
tapi kurasa itu lebih dari cukup,
karena ku tahu bagaimana rahwana saat itu
XVI
Setelah malam sepi.
kembali,
ketika kita menghabiskan kata
meyisipkan sedikit rasa rindu tanpa permintaan
Setelah malam sepi.
kembali,
ketika kita menghabiskan kata
meyisipkan sedikit rasa rindu tanpa permintaan
XVII
Fragmen kemarin
berharap hari ini adalah dirimu untuk beberapa tahun kedepan
Fragmen kemarin
berharap hari ini adalah dirimu untuk beberapa tahun kedepan
XVIII
hingga pada malam singkat
yang bercerita.
bagaimana kau dan aku hingga menjadi kita
hingga pada malam singkat
yang bercerita.
bagaimana kau dan aku hingga menjadi kita
XIX
Kita begitu dekat,
hingga kubisa mendengar hela napasmu.
apakah kau juga mendengar detak jantungku
entahlah.
Kita begitu dekat,
hingga kubisa mendengar hela napasmu.
apakah kau juga mendengar detak jantungku
entahlah.
XX
kini kau serupa warna pada kanvas sukmaku
yang hangat ketika tiba penghujan,
dan sejuk seketika kemarau
kini kau serupa warna pada kanvas sukmaku
yang hangat ketika tiba penghujan,
dan sejuk seketika kemarau
Boim Dos Santos
Jakarta, 2013
Jakarta, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar