Percaya
atau Kebodohan ?
Setiap manusia pasti
memiliki kepercayaan, entah pada tuhan, pikiran, dan lain lain.
tapi dewasa ini manusia sering kali terjebak dengan pikirannya masing-masing, sekali lagi memang ilmu sebesar apapun kadang bisa luntur seketika dengan sebab percaya.
percaya memang penting tapi bila itu menjadi kenyataan pahit yang bodoh , apakah aka terus kita lakukan ?
tapi dewasa ini manusia sering kali terjebak dengan pikirannya masing-masing, sekali lagi memang ilmu sebesar apapun kadang bisa luntur seketika dengan sebab percaya.
percaya memang penting tapi bila itu menjadi kenyataan pahit yang bodoh , apakah aka terus kita lakukan ?
Mungkin cerita ini
bisa kita temukan pada dunia politik, di mana ada dua orang sekawan yang saling
kenal satu sama lain bisa dibilang sahabat, kedua sahabat itu masing-masing
sudah mengenal baik dan buruk dari keduanya, sayang nasib keduanya tidak sama.
Ketika itu salah seorang dari mereka menjadi pemimpin dari sebuah kelurahan dan
dengan kebaikanya ia mengangkat sahabatnya itu menjadi wakilnya dengan
bermodalkan kepercayaan, sungguh aneh bila dengan sebuah pikiran dan rasa
bernama “percaya” seorang mampu menjadi tangan kanan sebuah pemimpin kelurahan
tanpa skill dan kemaampuan. Lalu apakah pekerjaan sebagai petani akan berhasil
bila dikerjaan seorang nelayan dengan berbekal pikiran dan rasa yang bernama
percaya?
Kembali kepada Humanisme,
adakah seorang manusia yang tidak ingin memjadi raja di kalangannya? menjadi
penguasa bagi kaumya? lalu memberikan perintah bagi bawahanya dan langsung
dikerjakan ? lantas apa yang terjadi? Tampaknya tangan kanan sang pemimpin
itupun lupa dengan ijazah “kepercayaan” yang membuatnya menjadi tinggi, dengan
segala cara ia berusaha menjatuhkan kawanya itu demi singgasana yang setiap
orang idamkan begitupun dia. Berhasilkah ia ? tentu saja ,bukankah kita sering
kali mendengar pepatah “Musuh terbaik kita adalah sahabat kita sendiri” memang
kenyataan, ia yang setiap kali ada disekeliling kita, mengetahui aib dan
rahasia kita, ia pun tahu apa yang akan menjatuhkan kita dan tahu apa yang akan
membuat kita kembali berdiri.
Lalu ada cerita dari
negeri dongeng, siapa yang tidak kenal dengan kisah Cinderella ? semua orang
pasti kenal , mungkin pernah kita diceritakan ibu kita saat menjelang tidur, atau
mungkin saat kita menonton di acara animasi dan kartun yang ada di televisi. Ia
adalah seorang yang cantik kala zamannya itu dan tentu saja banyak yang ingin
mengalahkan kecantikanya kala itu. Salah satunya adalah seorang nenek tua yang
berperan sebagai nenek sihir dalam cerita itu, sekali lagi dengan bermodalkan
“kepercayaan” sang Cinderella yang diberikan buah apel dari seorang nenek tanpa
tahu asal usul nenek itu dengan jelas langsung menerima bahkan memakan apel
pemberian nenek itu, yang ternyata di dalamnya telah diberikan racun yang seketika
membunuhnya.
Apakah kepercayaan
selalu menjadi buah simalakama bagi pemiliknya ? dan bukankan tindakan yang
merugukan bagi kita adalah sebuah tindakan bodoh ? lalu bagaimanakah kita
menyikapinya ?
Adalagi sebuah kisah
cerita dari seorang kaya raya yang baik hati, saat itu ia bertemu dangan teman
masa mudanya di SMA, ia bermaksud memberikan pekerjaan bagi temanya itu agar
temannya itu bisa sama sukses seperti dirinya, tapi apakah kesuksesan mampu
dibuat tanpa usaha dari setiap individu? Tanpa pikir panjang sang kaya raya
yang baik hati itu memberikan modal kepada temanya yang miskin itu untuk
menjalani usaha, menyewa beberapa pegawai dan kios untuk memulai usahanya.
Memang ajaib sekali dunia ini dengan ijazah kepercayaan dalam satu hari seorang
mampu menjadi seorang Bos mendadak. Niat untuk membatu memang sangat baik, tapi
sepertinya banyak orang salah dalam
melakukan niatnya itu, dan kadang bukannya sebuah keuntungan malah sebaliknya
yang ia dapatkan. Seharusnya ia tahu bagaimana mempekerjakan seorang yang
berpangkat pelayan dan berpangkat sebagai bos, bukan langsung menjadikan
seorang pelayan menjadi bos. ia percayakan hal yang seharusnya dikerjakan
sorang ahli kepada seorang yang amatir, apakah bukan tindakan bodoh ? dan
landasan dari tindakan bodoh itu jelas : sebuah kepercayaan.
Apakah kita akan
terus masuk sebuah perangkap kepercayaan ini terus menerus ? bukankah seseorang
harus sudah tahu dan memilih mana yang harus dikerjakan seorang pegawai dan
seorang pemimpin, seorang pelayan dan seorang akuntan, dan bersikap kepada
seorang yang jahat dan seorang yang baik.
Akankah berhasil sebuah usaha jika dipimpin oleh seorang yang harusnya menjadi pegawai ?
Akankah beres pekerjaan penghitungan yang seharusnya dikerjakan seorang akuntan jika dikerjakan seorang pelayan ? apakah selamat jika kita menbaik-baikan seorang penjahat ?
Akankah berhasil sebuah usaha jika dipimpin oleh seorang yang harusnya menjadi pegawai ?
Akankah beres pekerjaan penghitungan yang seharusnya dikerjakan seorang akuntan jika dikerjakan seorang pelayan ? apakah selamat jika kita menbaik-baikan seorang penjahat ?
Apakah semua itu
bukan suatu yang jelas-jelas merugikan ? dan jika telah jelas merugikan kenapa
dewasa ini masih sering kali terjadi ?
Apakah bukan sebuah tindakan bodoh ? memang percaya itu perlu dimiliki setiap manusia, apakah jadinya jika seseorang tanpa kepercayaan ? tak memiliki identitas agama pasti. Tapi alangkah baiknya jika kita tidak terlalu percaya yang toh akan merugikan diri kita sendiri.
Apakah bukan sebuah tindakan bodoh ? memang percaya itu perlu dimiliki setiap manusia, apakah jadinya jika seseorang tanpa kepercayaan ? tak memiliki identitas agama pasti. Tapi alangkah baiknya jika kita tidak terlalu percaya yang toh akan merugikan diri kita sendiri.
Bukankah orangtua
kita telah membayar mahal untuk membuat kita menjadi lebih pintar dari mereka ?
lalu kenapa kita masih tergolong mudah sekali melakukan tindakan bodoh dengan berlandasan Kepercayaan ?
lalu kenapa kita masih tergolong mudah sekali melakukan tindakan bodoh dengan berlandasan Kepercayaan ?
Dos
“Boim” Santos
Jakarta, 03.03.13
Jakarta, 03.03.13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar