Rabu, 05 Desember 2012

secerca cahaya dariMu


Secerca Cahaya DariMu

O’iem Dos Santos


     Aku berjalan dengan satu lilin yang sedikit menuntunku di kelamnya malam-malam ku , melewati cerita demi cerita dengan keadaan yang sangat tragis seperti ini memang membuatku tertekan dan hampir putus asa, selain tercipta dalam keadaan yang lain dari pada manusia selayaknya aku juga sudah masuk kedalam lembaran buku yang sudah rusak, cover yang mulanya lengkap kini tinggal setengah saja belum lagi sobekan sobekan ditiap lembar halamanya untuk menuju lembar selanjutnya butuh perjuangan keras untuk mencari agar tulisan yang rusak itu dapat kutemui.
    Dengan secerca cahaya aku melanjutkan malam malamku yang kupikir masih teramat panjang itu, walau ku selalu berharap agar cerita hidupku akan segera mencapai akhir halamanya dan menuju alam yang tentu saja setiap manusia pasti akan menemuinya, dengan bantuan alat buatan ahli kesehatan inilah aku masih bisa melangkah tegak walau ku hanya memiliki satu penyangga , ya walau ini hanyalah penyangga imitasi yang tak mampu berbuat banyak  ,tapi cukup membantuku untuk menjalani ceritaku yang selalu saja tanpa matahari  ini.
***
    Disetiap lembaran baru cerita kubuka ,kumulai dengan memetik senar demi senar menaiki sebuah kendaraan besar yang  selalu mengantar banyak orang kepada tujuanya disetiap harinya , dan berkat merekalah ceritaku masih dapat bertahan hingga sekarang , kadangkala ku berpikir bahwa aku hidup dari belas kasihan mereka  yang tidak tega melihat orang yang tidak sempurna sepertiku, yang untuk menaiki kendaraan yang meraka taiki ini perlu bantuan dari orang lain, yang tak mampu berjalan karna keterbatasan fisik yang selalu membawa alat bantu agar langkahnya selamat, tapi biarlah karna ini adalah takdir yang harus kulawan, mereka yang memberi juga ikhlas dan aku juga bukan seorang yang hanya mengharapkan belas kasih orang lain , aku benyanyi dan mereka membalas suaraku ,jadi kurasa aku lebih baik dari orang orang yang kusebutkan itu, yaitu orang orang yang hanya mengharapkan belas kasih orang banyak dan tidak mau berusaha walau hanya sedikit.
     Ketika senja tiba ,ku selalu menghintung laba hari ini yang mungkin tidak seberapa , belum untuk ku beri kepada seorang manusia yang paling sempurna menurutku ,mahluk yang diciptakan tuhan sebagai cahaya untuk diriku, orang yang selalu mengajarkan aku agar tak menyerah dengan sebuah kata yang amat menyesakan menurutku yaitu “kenyataan hidup” yang harus aku jalani tanpa mengeluh, ialah ibu , satu satunya yang kumiliki saat ini. Tanpa lelah ia menjagaku walau ia tahu bahwa aku ini takkan pernah menjadi apa-apa, hanya sebuah binatang jalang yang terbuang , terhina, dan tidak memiliki tempat untuk berdiri di atas muka bumi ini bagiku, tetapi tidak baginya ia selalu memberi cahaya atas segala kegelapan yang kurasakan, menerangi tiap malam malamku dan ia pernah berkata yang kata katanya itu takkan bisa kulupakan hingga sekarang , ibu berkata “hiduplah kau seperti cicak nak, selalu bersabar atas makananya yang tinggal di udara sedangkan ia tinggal di darat, tak pernah memaksakan diri untuk melompat untuk makan karna ia tahu akan membahayakan dirinya sendiri, dan percayalah bahwa kita telah diberi rizki oleh tuhan seperti cicak yang tak pernah mati karena kelaparan”  itulah kata katanya yang selalu ku pegang erat-erat dalam hidupku untuk melanjutkan ceritaku kedepan.
     Kini langkahku tertuju kepada tempat dimana cahayaku bersarang dan untuk ku berbaring memulai mimpiku hingga mengakhiri halaman ini menuju halaman selanjutnya. Langkah demi langkah kulalui tiba tiba tersirat sedikit pikiran yang membayangkan suatu kekelaman, tapi ku hanya bisa berharap itu hanya ada dalam pikiranku saja ,bagaikan kilat tiba-tiba suara sirene terdengar keras dari kendaraan berisi para pejuang yang mencoba menyelamatkan kediaman masyarakat banyak dari amarah jilatan api yang bisa saja menjadi lebih mengerikan, kini pikiranku makin kacau ku paksakan langkahku yang sangat terbatas untuk lebih cepat lagi hingga ku terjerambab berkali kali , tapi ini sangat mengerikan dari pada malam malam yang kulalui sebelumnya , hingga beberapa puluh langkah lagi tujuanku tercapai terlihat sinar merah menyala dari kemarahan , sungguh bengis sekali , ku tak mampu meluapkan segala isi hatiku saat itu, hanya satu yang ada dipikiranku mencari cahaya yang selalu menyinariku itu, dengan keadaan yang sungguh rumit ku terobos ketakuan demi cahaya ku , walau banyak sekali orang-orang yang menahanku layaknya benalu mereka menghalangiku untuk masuk kedalam sana tapi tetap ku paksakan hingga cahayaku berhasil kutemui , tetapi usahaku gagal, benalu-benalu itu berhasil menghalangi langkahku bukan hanya menghalangi tapi malah mencercaku dan mencemoohku “pergi sana ! selamatkan dirimu ,jangan memaksa masuk dan menyusahkan kami !” tandas para benalu itu. Sungguh malam macam apalagi ini ,apa aku hanya akan terus hidup dimalam-malam yang kelam. Saat itu hanya ada satu harapan didalam hatikuku kepada Tuhan  “Tuhanku, ku sudah melewati hari-harimu dengan banyak malam, ku tak pernah meminta kepadamu agar memberikanku matahari dan siang hari, ku hanya ingin agar kau memberikan cahayaku kembali padaku, karna ialah yang mampu membuatku bertahan hingga saat ini, ialah yang lebih menerangiku daripada matahari ,dan ialah yang kumiliki ,harapku kembalikanlah ia padaku wahai zat yang paling megerti hambaNya” tandasku dipuncak sedu sedanku tak lama kemudian aku terjatuh hingga tak sadarkan diri.
     Disaat kedua indra yang mampu melihat dunia ini terbuka, aku bingung sekali,sedang berada dimana aku sekarang ? Tanya dalam hatiku, tempat yang belum sama sekali aku datangi ini ,bau yang agak aneh , dingin seperti sedang berada didalam tempat pendingin , kasur yang empuk dengan empat kaki , selimut serba putih ,dan selang kecil yang biasa ada untuk akuarium pun ada di siku tangan kananku menempel dan mengalirkan air, tempat apa ini ? aneh sekali banyak alat-alat yang cukup asing dipandanganku yang masih amat terbatas, aku mencoba bangun dan pergi dari tempat ini tetapi tubuhku masih teramat lelah. Tak lama kemudian terlihat secerca cahaya masuk melalui pintu yang terdapat disisi kanan tempat ku berbaring ini , saat itu ku tak mampu dengan jelas menatapnya lalu terdengar suara yang sudah tidak asing lagi bagiku.
     “man, man, herman anak ibu ,kamu baik baik saja kan nak” suara itu terdengar berulang ulang kali lalu kubuka lebar-lebar mata ini yang tadi hanya mampu terbuka setengah saja dan ternyata itu adalah Ibuku ,cahanya penerangku ,alangkah bahagianya ku saat itu tenyata tuhan mengabulkan do’aku.
      “Ibuuu “ teriaku, langsung ku terbangun dari ranjang yang memanjakan tubuhku lalu ku peluk dia dengan tetesan air mata yang tetesanya melambangakan kebahagianku ini.
      “iya Ibu, Herman baik baik saja” jawabku
saat inilah kurasakan hari siangku dimana cahaya matahari menerangi segala penglihatanku , tak sedikitpun dapat tersembunyi dari cahaya sinarnya saat ini.


Kartini 28 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar