Senin, 03 Juni 2013

Balada Terbunuhnya Julius Caesar

Balada Terbunuhnya Julius Caesar* 
*Fragmen Pertama, Saduran dari Naskah Julius Caesar Karya William Shakespeare



  Pagi itu setelah kembali dari peperangan yang menyakitkan, bersejarah serta mengharukan aku kembali menuju Roma –rumahku, tanah kelahiranku, bangsaku. Beberapa langkah sebelum mencapai lapangan, ku dengar suara gemuruh, suara rakyat-rakyatku sudah siap menyambutku. Menyabut kemenangan yang kubawa menuju Roma.

   Akupun masuk melewati tirai menuju lapangan, tampak miliaran rakyatku sedang berkumpul menunggu aku berpidato, mereka bersorak-sorai, aku sangat senang sekali. Akulah raja Roma yang paling dihormati saat ini, sebelum aku memulai berpidato Casca memberi arahan terlebih dahulu.

  “Tenang wahai rakyat, Raja kita Caesar ingin bicara”
  “Wahai rakyat-rakyatku, saat ini Raja kalian telah kembali, bersama kemenangan, bersama kejayaan negeri kita ini” lalu miliaran rakyat yang berkumpul pada lapangan itu pun  bersorak gembira, mereka sama seperti halnya diriku –merasakan euphoria kemenangan.

  Tiba-tiba tampak seorang memanggil namaku
  “Caesar !” sebutnya
  “Siapa itu ?” sahutku, lalu casca kembali menenangkan
  “Suruh diam! Semua tenang kembali” seru Casca
  “Siapa diantara orang banyak memanggil aku? Aku mendengar lidah yang lebih melengking dari semua musik, teriakan Caesar, bicaralah. Caesar siap mendengarkan”
  “Berhati-hatilah pada pertengahan maret” seru orang itu lagi
  “Siapa itu ?”
  “Ia menyuruh anda berhati-hati pada pertengahan maret Tuan” seru Brutus
  “Siapa itu?” tanyaku
  “Seorang ahli nujum” seru Brutus
  “Suruh ia kemari, aku ingin melihat wajahnya” lalu ahli nujum itupun segera memisahkan dirinya dan tepat berdiri dibawahku
  “Hati-hatilah pada pertengahan maret” seru ahli nujum itu
  “Baiklah, dia seorang ahli Casca biarkan ia jalan untuk pulang” akupun langsung pergi meninggalkan lapangan untuk pulang dan kembali pergi menemui Antonius seorang panglima yang kuangkat menjadi Triumvirat kerajaan.

***

  Hari pun mulai gelap, muncul Guntur yang sangat dahsyat, suara gemuruhpun tak terhindahkan di luar rumah. Tetapi untuk melengkapi pestaku kupanggil pelayan untuk pergi menemui pendeta dan memanggil Calipurnia.

  “Wahai pelayan suruh para pendeta membuat sesajen, dan beritahu aku pendapat mereka tentang keberhasilan, sekalian kau panggil Calpurnia”
  “Baik tuanku” lalu Calpurnia pun masuk
  “Mau kemana kau Caesar? Apa kau mau pergi? hari ini kau tak boleh meninggalkan rumahmu” seru Calpurnia
  “Aku akan pergi. Hal yang mengancam, aku tidak akan menatap  punggungku. Jika mereka melihat 
wajahku mereka akan sirna”

  “Caesar, aku tidak pernah percaya pada takhayul, tapi kini aku takut. Diantaranya, disamping segala yang pernah kita dengar dan lihat, berita pandangan yang paling mengerikan yang dilihat oleh pengawal. Seekor singa telah beranak di jalan. Kuburan menganga dan memuntahkan isinya. Hulubalang-hulubalang yang garang dan perkasa berperang di atas awan. Barisan dan susunan pasukan seperti dalam peperangan. Hingga darah bertetesan di atas Kapitol. Hiruk pikuk pertempuran mengguruh di udara, kuda-kuda meringkik dan orang-orang mengerang sekarat. Sedangkan hantu-hantu memekik dan berteriak di jalan. Oh, Caesar! Semuanya tidak biasa dan aku takut padanya”

  “Apa bisa dielakkan kalau dewa-dewa kuasa telah menetapkannya? Tapi aku akan pergi. karena tanda-tanda ini berlaku bagi dunia umumnya, seperti juga bagiku”
  “Jika pengemis mati, tak pernah kelihatan bintang berekor. Langit sendiri meniupkan kematian para pangeran”

  “Orang pengecut mati berkali-kali sebelum saatnya, seorang pemberani hanya merasakan mau satu kali. Dari semua keanehan yang pernah kudengar, yang paling aneh kurasakan ialah kalau orang ketakutan melihat maut, akhir yang tak bisa dielakkan, datang pada saanya” lalu pelayan pun masuk

  “Wahai pelayan, apa kata tukang-tukang tenun itu?” tanyaku
  “Mereka tidak ingin tuanku keluar hari ini. Waktu mengeluarkan isi perut hewan korban, mereka tak menemukan jantung di dalamnya

  “Dewa-dewa melakukan ini untuk menakut-nakuti orang pengecut. Aku sama saja dengan hewan tak berjantung, jika hari ini ia tak keluar rumah karena takut. Tidak. Aku tidak akan tinggal. Bahaya tahu betul bahwa Aku lebih berbahaya dari dia. Kami adalah dua ekor singa yang dilahirkan pada hari yang sama, dan aku adalah yang tertua dan paling menakutkan. Aku akan pergi” tegasku

  “Tuanku, hikmah tuan lenyap oleh kepercayaan pada diri yang keterlaluan. Jangan keluar hari ini. Sebutlah ketakutanku yang membuat Tuan tinggal di rumah, dan bukan karena ketakutanmu. Biar kita kirim Marcus Antonius ke gedung senat, supaya ia memberitakan kau hari ini tidak sehat. Kabulkanlah permintaanku yang kuajukan sambil berlutut di depanmu” seru Calpurnia

  “Marcus Antonius akan menyampaikan bahwa aku tak sehat, dan demi kesenanganmu aku akan tinggal di rumah” lalu masuk Decius
  “Ah, ini Decius Brutus. Ia bisa menyampaikan pada mereka”
  “Caesar, salam! Selamat pagi, Caesar budiman. Aku datang menjemput Anda untuk pergi ke senat” seru Delcius
  “Kau datang pada saat yang baik, untuk menyampaikan salamku pada para senator, dan mengatakan bahwa aku tidak akan datang hari ini. Tidak bisa sebetulnya adalah dusta dan tidak berani lebih dusta lagi – aku tidak mau datang hari ini. Sampaikan begitu pada mereka, Decius”
  “Katakan ia sakit” seru Calpurnia
  “Apa Aku harus menyampaikan dusta? Apa dalam menaklukan aku sudah menjangkaukan lengan begitu jauh, hingga aku harus takut menceritakan sebenarnya pada orang-orang berjanggut putih? Decius, katakan pada mereka Aku tidak mau datang”

  “Caesar yang perkasa. Bekali aku dengan sebabnya hingga aku tidak ditertawakan kalau aku berkata begitu” seru Delcius

  “Sebabnya ialah kehendakku – aku tidak mau datang, itu cukup untuk memuaskan senat. Tapi untuk kepuasan pribadimu, karena aku sayang padamu, aku akan katakan. Istriku Calpurnia menghendaki supaya aku tinggal di rumah. Tadi malam ia bermimpi melihat patungku, merupakan air mancur dengan berates pancuran memancurkan darah murni. Sedangkan sanak saudaraku orang Roma yang gembira datang sambil tersenyum dan membasuh tangan mereka di dalamnya. Hal ini ia tafsirkan sebagai peringatan dan tanda ada bahaya mengancam, dan karenanya sambil berlutut ia ia memohon padaku supaya aku sudi tinggal di rumah”

  “Mimpi itu ditafsirkan salah sekali. Itu adalah undangan yang baik dan menguntungkan. Patung Anda memancurkan darah melalu banyak pipa, tempat begitu banyak orang  mandi sambil tersenyum. Itu menunjukan bahwa dari dirimu Roma besar akan menghisap darah yang menghidupkan dan bahwa orang-orang besar akan berebut tanda kenangan, sisa-sisa dan lambing-lambang. Ini dipertegas dalam mimpi Calpurnia” seru Delcius

  “Dengan cara begitu kau sudah memberikan tafsir yang benar, Delcius”
  “Memang. Kalau Anda sudah mendengarkan apa yang dapat kukatakan. Ini aku sudah tahu – senat sudah memutuskan untuk menyerahka mahkota pada Caesar perkasa hari ini. Jika Anda mengirimkan pesan Anda tidak akan datang, mereka mungkin akan merubah pendiriannya. Lagipula mungkin ada yang akan mengejek, karena ada yang akan berkata “Bubarkan senat sampai kesempatan lain. Kalau istri Caesar telah memperoleh mimpi lebih baik” Kalau Caesar sendiri menyembunyikan diri, apa tidak mungkin mereka akan bekata “Oh, apa Caesar takut?” maafkan aku Caesar, karena cintaku yang besar pada kebajikan anda memaksaku menceritakan ini. Dan mendorong aku berpikir sesuai denagn rasa sayangku”

  “Lihatlah bagaimana tak beralasannya ketakutanmu, Calpurnia! Aku malu karena telah menurutinya. Berikan jubahku, karena aku mau pergi”

  Akupun akhirnya pergi, tiba-tiba di tengah jalan dekat capitol. Masuk Artemidorus kedalam kendaraananku seraya membacakan surat untukku.
  “Caesar, hati-hatilah terhadap Brutus, awasi Cassius, jangan dekat pada Casca, perhatikan Cinna, jangan percayai Trebonius; amatilah Cimber, Decius Brutus tak sayang padamu; kau telah menyakiti Caius Ligarius. Dalam diri mereka hanya ada satu I’tikad menentang Caesar. Kalau kau bukan orang yang kebal terhadap kematian, hati-hatilah. Kepastian member jalan untuk komplotan. Semoga dewa melindungi kau! Kekasihmu, Artemidorus”  lalu ia pun langsung pergi.

***

  Sampai juga aku pada Roma. Depan Kapitol, senat duduk di atas. Orang banyak diantara mereka Artemidorus dan tukang tenung. Bunyi terompet.  Akupun masuk bersama, Brutus Cassius, Casca, Decius, Metellus, Trebonius, Cinna, Antonius, Lepidus, Popilius, Publius dan yang lainnya.

  “Pertengahan Maret sudah datang” seruku
  “Ya, Caesar, dan belum lagi pergi” seru tukang tenung
  “Salam, Caesar. Bacalah surat ini” sambung Artemidorus
  “Trebonius minta supaya Anda membaca banyak di kala senggang itulah permohonan yang hina” tembah Decius
  “Oh, Caesar. Bacalah punyaku dulu, karena  punyaku lebih menyentuh kepentingan Caesar. Bacalah, Caesar yang besar” mohon Artemidous
  “Yang paling dekat kepentingan kami, akan kami layani paling akhir” jawabku
  “Jangan undurkan, Caesar. Baca sekarang juga” tegas Artemidous
  “Apa orang ini gila?” seruku sambil menunjuk Artemidous, lalu publius pun mengusir Artemidous. Dan aku langsung masuk menuju tempat para senat.

  Di dalam sudah ada Cassius, Antonius, Trebonius, Decius, Brutus, Cinna dan Casca. Akupun langsung memulai pembicaraan.
  “Apa kita semua sudah siap? Apa yang tidak baik, yang senatnya harus rubah?
  “Caesar yang mulia, yang perkasa dan kuasa. Metellus Cimber menjatuhkan depan singgasanamu hati yang dina” seru Metellus sembari berlutut

  “Jangan lakukan itu Cimber. Segala sembah sujud dan sikpa merendah diri dapat membakar darah orang biasa, lalu merobah apa yang sudah ditetapkan dan diumumkan menjadi hokum dunia kanak-kanak. Jangan begitu bodoh, untuk mengira Caesar akan membiarkan darah pemberontak yang dapat dilumerkan dari benuk aslinya dengan cara-cara yang dapat melunturkan seorang bodoh – maksudku, kata-kata manis, sembah sujud merendah hati dan sanjungan yang lata. Dengan keputusan, saudara Anda sudah dibuang. Karena Anda membungkuk dan menyembah dan menyanjung untuknya, maka Anda akan kuhindari bagai kutukan. Ketahuilah, Caesar tidak khilaf dan ia tak akan puas tanpa alasan”  seruku

  “Apa tak ada suara yang lebih berharga dari suaraku, yang oleh Caesar kedengaran manis sekali hingga pembuangan saudaraku bisa dibatalkan?”
  “Kucium tangan Anda Caesar, tapi bukan dengan maksud menyanjung, memohonkan supaya Publius Cimber segera dibebaskan dari pembuangan” tambah Brutus
  “Apa, Brutus?” tanyaku
  “Ampun, Caesar. Ampun”  sambung Cassius merendahkan diri sampai ke cerpu kakiku, untuk memohonkan pembebasan buat Publius Cimber.

  “Hatiku mungkin tergerak, sekiranya aku adalah kau. Sekiranya aku bisa berdoa untuk menggerakkan hati, maka pastilah hatiku berdoa; tapi aku kukuh bagai bintang utara, yang keteguhan dan kemantapan sifatnya, tak ada tandingannya di seluruh cakrawala. Langit dilukis dengan bunga api yang tak terkira. Semuanya api, dan seluruhnya gemerlapan. Tapi diantara semuanya ada satu yang bertahan di tempatnya. Begitu juga di dunia ini. Ia kaya dengan manusia dan manusia terbuat dari darah dan daging dan cerdik sekali; tapi dari semuanya hanya seorang yang kukenal yang berpegang pada jabatannya tanpa bisa digoyahkan. Atau digoyahkan oleh gerakan. Dia adalah aku, karena itu kuizinkan aku membuktikan, juga dalam hal ini, bahwa aku tetap berpendirian bahwa Cimber harus dibuang dan berketetapan untuk membiarkan dia dibuang” jawabku, lalu Cinna pun ikut angkat bicara.

  “Oh, Caesar”
  “Pergilah! Apa kau mau mengangkat Olimpus? Bukankah Brutus sudah berlutut dengan sia-sia?” seruku
  “Bicaralah tangan, untukku!” tambah Casca

  Lalu dengan cepat Cassius, Delius dan Metellus menikamku di dahului oleh Casca, kemudian diikuti oleh markus Brutus.

  “Apa-apaan ini?” seruku
  “sampai jumpa di neraka Caesar!” seru Brutus sambil menusuk pundakku dengan belati, lalu Cassius, Delius dan Metellus pun mengikutinya hingga aku tak sadar, dan lepaslah nyawa dari dalam ragaku.


  Ternyata benar apa yang dikatakan oleh ahli nujum itu tentang pertengahan maret. Dan memang terbukti bahwa kekuasaan dapat merubah orang yang paling ku percaya menjadi penghianat sekaligus pembunuhku.



Jakarta,30.05.2013

Boim Dos Santos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar