Rabu, 14 Januari 2015

Ketika Kita Berbalas Sajak

Dipenghujung Surat, Saat kau tak lagi Tertidur di dalam Puisiku


Ada lara, dimana aku harus membunuh apa yang tak seharusnya kubunuh. Barangkali seperti hujan yang tak ingin manusia berlarian disaat ia datang.

Menulis kemarin adalah hal yang tak kusuka pagi ini, terlebih malam-malam setelah ini. Aku sedikit menyesal ketika harus menjadi pengingat, kerena mengingat tak melulu baik bagi mereka yang harus membunuh apa yang seharusnya mereka rawat. Terlebih ingatan itu begitu melekat.

Kini waktu telah menulis apa yang seharusnya ia tulis, kita hanya bisa terdiam. Kita hanya bisa berimaji tentang kemarin ketika waktu merekam tawa, cita, sendu kita. Dan kita tak bisa lagi berharap banyak padanya, berharap pada waktu dimana kau terlelap pulas dan tak berniat untuk bangun dari puisiku. Memang, kita harus belajar bagaimana menjalani waktu –sebuah dimensi dimana kita kadang tak tersadar ketika hendak berjalan diatasnya.

Aku sudah terlampau lelah untuk berharap pada waktu, pada petang kemarin disaat pertama aku merebahkan engkau didalam puisiku. Tetapi aku sadar, mungkin juga engkau, bahwasanya kita memang masih mengharapkan waktu kemarin. Engkau yang mengharapkan petang kemarin dan aku yang masih berharap agar engkau selalu terjaga didalamnya.

Entahlah, waktu yang terlalu egois untuk kita atau kita yang terlalu abai ketika membiarkan waktu berjalan diatas kita tanpa sadar.

Sungguh, setiap detik pada kemarin masihlah kuingat, begitu pula dirimu. Yang masih tetap terjaga dalam rumahmu dahulu. Entah sampai kapan, mungkin setelah kukirim sajak ini. Namun, saat kau telah memiliki rumah barumu dan seorang yang mampu membuatmu tertidur dalam puisinya. 

Memanglah kita harus melupakan masing-masing dari wajah kita, harum tubuh kita, ingatan tentang kita dan lain-lainnya. Karena mungkin rumahmu itu tak lagi ramah untukmu, untuk sekedar mengingat hal-hal itu. Mengingat setiap detail waktu yang menggambarkan tentang kita.

Namun ingatlah. Jika pada suatu hari nanti kita berpapasan pada petang yang sama, pada puisi pertama yang kubuat untuk membuatmu terlelap. Aku akan kembali menanyakan tentang cinta, bukan kemarin atau hal-hal yang membuat kita lupa menjadi kita. Hanya sebuah pertanyaan kecil tentang cinta, bukan untukmu, tetapi untuku. Karena aku begitu mencintaimu.  Itu saja.

Desember Dinihari.
Do




Teruntukmu
Do, entah kutulis ribuan kata-kata yang menggambarkan sosok serupa engkau,
 imaji tentang kita juga hal yang membuatku tersenyum dalam ingatan
juga tentang aku yang mencintai puisi

Waktu kerap egois untuk kita,
Terkadang inginku ulang waktu dimana aku seharusnya dapat bersikap
Selayaknya kekasih yang terbaik untukmu
Juga tentang mu yang tak selalu dengan duniamu

Saat ini, aku hanya ingin dirimu
Aku mencintaimu
Sekian.

Akhir Desember 2014
Senja dalam Cibubur

Di

Tidak ada komentar:

Posting Komentar