Sukarno : Sosok Negarawan berdarah Seniman
(selamat ulang tahun, Bung!)
(selamat ulang tahun, Bung!)
Bicara perihal Sukarno, mungkin kebanyakan orang sudah tak lagi asing mendengar nama beliau.
Putra bangsa kelahiran Blitar 6 Juni
1901 memang sudah menjadi magnet bagi bangsa Indonesia. Siapa yang tak mengenal
Sang Proklamator
ulung sekaligus Presiden
peertama Republik Indonesia? Ya, dialah Sukarno,
manusia yang
(sepertinya) tak hanya
direstui oleh manusia, bumi pun sepertinya sudah merestui kehadirannya dari
tanda-tanda kelahiranya.
Sejak bayi, ia lahir menjelang matahari merekah karena
itu ia disebut pula Putra Sang Fajar.
Koesno Sosrodiharjo adalah nama pemberian kedua orang tuanya sebelum menjadi Sukarno. Iapun dilahirkan tahun 1901 (Abad 19 disaat peradaban gelab
masih menyelimuti bangsa kita) ia terbilang sebagai putra
perintis abad. Kelahirannya pun diyakini oleh sang Ibunda –Ida Ayu Nyoman Rai
–bakal menjadi penerang bagi bangsanya,
ditambah letusan Gunung Kelud yang terjdi kala Sukarno
lahir[1],
makin menguatkan pertanda alam menyambut kehadirannya diatas jagad raya.
Sukarno berasal dari keluarga
priyayi Ibunya kelahiran Bali yang berkasta Brahmana
dangan kata lain Ibunda Sukarno adalah seorang
bangsawan. Raja Singaraja yang terakhir adalah paman ibunya. Sedangkan Ayahnya
berasal dari ningrat Jawa bernama Raden Sukemi Sosrodiharjo yang masih
keturunan sultan Kediri.[2]
Dalam bidang pendidikan Sukarno pun termasuk dalam kalangan atas masyarakat pada masa Hindia Belanda, ia mendapat pendidikan di ELS (Sekolah
Dasar Belanda), HBS (Sekolah Menengah Belanda) dan HIS (yang kini menjadi ITB).
Dari sinilah Sukarno memulai karier politiknya, menjadi
salah satu para pemimpin pergerakan nasional hingga menjadi seorang Presiden
Republik Indonesia. Begitulah keistimewaan Sukarno
dimasanya, yang hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia mendapatkannya. Namun tulisan ini bukanlah
untuk membahas karier beliau di dunia politik, rasa-rasanya itu sudah terlalu
banyak dan tentu saja sudah jauh lebih lengkap tulisan perihal beliau.
Saya melihat ada sisi meenarik dalam diri Sukarno, yakni ia tidak hanya memiliki keistimewaan
dibidang politik
kenegaraan, ia pun memiliki keistimewaan lain dibidang
seni.
Ada satu kisah perjalanan sejarah yang menarik dari
sekian banyak kisah panjang sejarah tentang Sukarno
kata Guruh Sukarno
Putra (2006). Kisah yang dimaksud adalah
gagasan kreatif
yang tercipta (penciptaan kelompok teater) ketika Sukarno
dalam masa interniran (masa pengasingan) di Ende 1934-1938 hingga menyambung ke
Bengkulu 1938-1942. Gagasan kreatif itu pun turut berimplikasi dalam mengobarkan semangat perjuangan
–nasionalisme, Melalui sebuah kelompok sandiwara
(Teater) yang di Ende bernama Kelimutu, dan yang di Bengkulu bernama Monte
Carlo.
Tidak hanya membuat kelompok Sandiwara (Teater) Sukarno pun turut menulis naskah sandiwara. Perlu
diketahui, bahwa jumlah naskan yang ditulis oleh Bung karno semasa pengasingan
di Ende (1934-1938) tercatat sebanyak dua belas judul (Cindy Adams, Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia. Hlm 175). Kedua
belas judul naskah yang tercatat antara lain: Dr. Sjaitan; Ero Dinamik; Rahasia Kilimoetoe; Tahoen 1945; Don Luis
Pereira; Keotkoetbi; Toberro, dan Kummi
Torro?. Kemudian semasa pengasingan di Bengkulu (1938-1942) Bung Karno juga
menulis beberapa naskah, antara lain; Rainbow
(Poetri Kentjana Boelan); Hantoe Goenoeng Boengkoek; Si Ketjil (Klein’duimpje),
dan Chungking Djakarta[3].
Sayangnya dari sekian banyak naskah tersebut yang
masih tersisa hanya ada empat buah naskah, yaitu: Dr. Sjaitan; Chungking Djakarta; Koetkoetbi, dan Rainbow (Poetri Kentjana Boelan). Bahkan
teks naskah Dr. Sjaitan sudah tak
lengkap –hanya ada dua babak saja –semestinya, lengkapnya terdiri dari enam babak.
Naskah sandiwara karya Sukarno berbentuk tulisan tangan beliau dengan kertas tulis ukuran folio yang masih disimpan
oleh pihak Yayasan Bung Karno. Bahasa dan ejaan yang digunakan pada naskah
tersebut sepenuhnya ditulis dalam bahasa Indonesia dengan huruf latin melayu[4].
Drama (sandiwara) adalah karya sastra dialogis,
karya tidak turun begitu saja dari langit. Drama hadir atas dasar imajinasi
terhadap hidup kita. Keserakahan sering menjadi momentum penting dalam drama.
Inti drama tak lepas dari sebuah tafsir kehidupan. Bahkan apabila dinyatakan,
drama sebagai tiruan (mimetik) terhadap kehidupan juga tidak keliru. Detail
atau tidak, dia dia berusaha memotret kehidupan secara imajinatif[5].
Itulah yang terdapat dari sebagian besar naskah sandiwara yang dibuat oleh Sukarno. Sebagai representatif dan interpretasi
kehidupan.
Dalam naskah
Rainbow , selain membawa pesan moral dalam membangun semangat patriotik
–berjiwa ksatria, lebih banyak memberikan pengajaran arti pentingnya sebuah
kesadaran sejarah sebagai entitas –bagian yang tak terpisahkan dalam kebudayaan
masyarakatnya. Pesan moral Sukarno tentang arti
pentingnya kesadaran sejarah diperjelas pada selembaran pamflet sebelum
pementasan Rainbow. Bahkan dalam
pamflet tersebut diterangkan tahun-tahun peristiwa sejarah Bengkulu (baca:
pamflet Bung Karno tentang Rainbow)
Sepertinya Sukarno sangat sadar bahwa bangsa Indonesia
perlu mempelajari sejarah agar memiliki masa depan. Melalui keistimewaan
dibidang seni inilah ia mempresentasikan tentang Historia Vitae Magistra (sejarah adalah guru kehidupan) dalam
naskah dramanya yang berjudul Rainbow
(Poetri Kentjana Boelan).
Mungkin masih banyak penjabaran tentang keistimewaan
Sukarno lainnya, sejarah mungkin lebih
banyak mencatat tentang kegarangannya di dunia politik dan kenegaraannya, ideologi
dan pemikiran-pemikiran, namun dalam hemat saya
Sukarno bukanlah hanya tentang itu saja,
ia juga seniman, seniman yang cermat membaca kehidupan disekitarnya. Bacaan itu
ialah tafsir dan ditelurkan ke dalam karya sastra berupa naskah yang ia buat.
Dengan kata lain Sukarno adalah sosok negarawan yang
mengalir darah seorang seniman dalam dirinya.
Dialah Soekarno, sekelumit tulisan ini adalah persembahan
pada hari senin, enam juni 2016 bertepatan pada hari kelahiran putra sang fajar ke
115nya. Sebagai wujud hormat kepada sosok
pemimipin yang tak terlupakan : Sukarno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar