Membaca Rumah Kertas dan Sekelumit
Gejala Pengarang Amerika Latin
Gejala Pengarang Amerika Latin
(oleh: Doni Ahmadi*)
Barangkali
buku ini (Rumah Kertas) adalah pertemuan pertama saya dengan teks yang dimuat
Carlos Maria Dominguez. Pengarang Amerika latin yang kesekian dalam pembacaan saya.
Sebetulnya
cerita ini ugahari saja, namun entah mengapa, cerita ini membuat isi kepala
saya terngiyang-ngiyang, mungkin betul juga, dalam cerita setebal 75 halaman
ini, penulis mampu menyihir pembaca melalui peristiwa-peristiwa yang teramat
aduhai (apalagi kepada para pembaca maupun pengoleksi buku). Cerita dalam Rumah
Kertas ini betul-betul (barangkali) pernah dialami hingga terkesan amat dekat
(terlebih bagi saya).
Berikut,
beberapa nukilan narasi dalam rumah kertas ini yang mungkin anda pernah alami.
“....
Aku perhatikan banyak orang mencatat tanggal, bulan dan tahun mereka membaca
sebuah buku; dan dengan itu sebenarnya tengah menyusun penanggalan rahasia!
Yang lain menuliskan namanya di halaman depan sebelum meminjamkan bukunya,
mencatat kepada siapa mereka meminjamkan dan membubuhi tanggal pinjamnya....”
“....
Kita lebih suka kehilangan cincin, arloji payung, ketimbang buku yang
halaman-halamannya takkan pernah bisa kita baca lagi, namun yang tetap
terkenang, seperti bunyi judulnya, sebagai emosi jauh dan lama dirindu.”
“Pada
akhirnya, ukuran perpustakaan itu ternyata memang penting. Kita pajang
buku-buku ibarat otak kita sedang dikuak lebar-lebar untuk diteliti, sambil
mengutarakan alasan omong kosong dan basa-basi merendah soal jumlah koleksi yang
tak seberapa. Aku bahkan kenal seorang profesor sastra klasik yang sengaja
berlama-lama menyeduh kopi didapur agar tamunya bisa mengagumi buku-buku
diraknya.....”
“Sebagai
pembaca kita saling memata-matai perpustakaan kawan satu sama lain, sekalipun
hanya di waktu senggang. Kadang kita berharap menjumpai buku yang ingin kita
baca tapi tidak kita punya...”
Bagi
saya, hal-hal yang dituliskan diatas memang terasa begitu dekat, atau dengan
kata lain pernah saya alami. Mungkin anda akan geleng-geleng dan tersenyum
ketika anda sendiri pernah mengalaminya. Dan mungkin beginilah (respon spontan)
ketika kita menemui sebuah fluktuasi sinkronitas yang universal dalam sebuah
karya sastra.
Tak
sampai disitu, Dominguez saya pikir paham betul bagaimana meletakan detail,
yang menjadi teramat penting dalam sebuah novel. Pembaca yang tak teliti
mungkin akan terkaget-kaget ketika membaca Rumah Kertas ini: selain peristiwa
yang begitu cepat, barangkali kita akan menemui penanda-penanda (yang menjadi
sebab) dalam tiap peristiwa yang akan menghantarkan kita pada apa yang
dimaksudkan oleh pengarang (akibat).
Dominguez
seperti mengajak pembacanya untuk bermain puzzle dalam prosa Rumah Kertas ini.
Dan hal itupun sudah dimulai oleh beliau dari adegan pertama –tentang sebuah buku misterius yang penuh debu
dari bekas semen. Sampai adegan-adegan selanjutnya yang membawa pembaca untuk
turut serta dalam penyelidikan tentang asal usul buku.
Dalam
Rumah Kertas ini, barangkali Dominguez mencampur adukan beragam mahzab dan pemahaman
tentang para pustakawan, pecandu buku maupun pengkoleksi buku. Dari (watak
konsumerisme) tokoh yang ingin selalu ingin memenengkan pelelangan buku, tak
peduli jumlah uang yang ia gunakan dan tak peduli bahwa buku tersebut merupakan
kebutuhan dari seorang teman. (Watak realisme sosialisme) Tokoh yang
menyerahkan seluruh koleksi bukunya menjadi milik pemerintah karena tak sanggup
lagi merawat buku-buku koleksinya dan berpikir agar buku-bukunya kelak
bermanfaat bagi orang banyak dan lain sebagainya. Meneurut saya segala macam
bentuk, pemikiran, kesadaran barangkali ia masukkan dalam Rumah Kertas ini.
Namun,
seperti kebanyakan para pengarang Amerika Latin lainnya (red: Gabriel Garcia
Marquez, Jose Luis Borges, Roberto Bolano dll). Dominguez pun kerap meletakan
metanarasi dan metafiksi dalam teksnya.
Marquez
tentu jelas-jelas melakukan metafiksi dalam Seratus Tahun Kesunyian (kota Macondo yang merupakan narasi fiksi yang
merupakan representasi dari Amerika latin masa silam) –terbitan Bentang Pustaka
yang dialih bahasakan oleh Max Arifin. Lalu metanarasi dalam Para Pelacurku yang Sendu –terbitan
Circa yang dialih bahasakan oleh An Ismanto.
Borges
pun serupa dalam cerita pendeknya, ia bahkan melakukan keduanya dalam satu
kumpulan cerita (red: Simurgh, Yang Lain, Delia Elena San
Marco, Parabel Cervantes dan Don
Quixote, Burak dll) –terhimpun
dalam kumpulan cerita Parabel Cervantes
dan Don Quixote terbitan Gambang yang dialihbahasakan oleh Lutfi
Mardiansyah. Dan Bolano yang juga menerapkan keduanya dalam cerita pendeknya
yang berjudul Kartu Dansa –terhimpun dalam kumpulan cerita Last Evening on Earth yang
dialihbahasakan dari bahasa Spanyol oleh Chris Andrew.
Dalam
hal ini fungsi (penggunaan metanarasi), ini bisa saja menjadi baik asalkan
narasi yang dimasukkan bukan sekedar tempelan, artifisial ataupun hanya untuk
gagah-gagahan (pamer keterbacaan dan sebagainya). Tetapi sudah mengalami
transformasi makna mengikuti konvensi cerita. Sebagai contoh lagu berjudul Delagadina dalam novel Para Pelacurku yang Sendu karya Garcia Marquez,
jika judul lagu itu tidak diperdengarkan mungkin cerita akan berjalan berbeda
atau penggalan puisi Isa karya
Chairil Anwar dalam kalimat pembuka cerpen Solilokui
Ungu karya Maroeli Simbolon yang mendukung tema cerita dan menciptakan
suasana peristiwa agar terasa intens dan lebih punya kedalaman maknawi.
Namun
dalam Rumah Kertas ini, saya pikir Dominguez terlalu berlebihan meletakan
metanarasi dan metafiksi. Berikut,
“...
Siddharta membuat puluhan ribu anak
muda menggandrungi kebatinan, Hemingway membuat mereka menggandrungi olahraga,
Dumas memperumit hidup ribuan wanita....”
“....
sifat yang semakin terancam pupus oleh hilangnya masa mudanya, hilangnya kedua
suaminya, dan hilangnya impian untuk mengarungi Sungai Macondo dengan kano,
obsesi yang ia dapat setelah membaca Seratus
Tahun Kesunyian...”
“Di
tanganku ada Irish Fairy and Folk Tales
yang menagjubkan dengan prolog William Butkler Yeats dan ilustrasi asli James
Torrance....”
Dan
juga terdapat nama-nama lain seperti Vargas Llosa, Borges, Marquez, Neruda,
Conrad, Faulkner dan lain-lain. disini
yang menjadi rumit adalah, bagiama pembaca mengimajinasikan Sungai Macondo
tanpa pernah membaca Seratus Tahun
Kesunyian? Atau bagimana pembaca mengetahui bahwa Hemingway membuat
pembacanya menggandrugi olahraga, sedang pembaca hanya membaca Orang Tua dan Laut saja (paling-paling
hanya memancing, inipun jika hal tersebut sudah termasuk olahraga). Atau
seberapakah pembaca peduli tentang “prolog“ yang dibuat William Butkler Yeats?
Entahlah,
namedropping semacam ini barangkali
begitu digemari oleh para penulis Amerika Latin dengan motif yang saya sendiri
kurang memahami. Namun terlepas dari itu semua, estetika dan gaya dari
pengarang-pengarang Amerika latin ini pun patut mendapat perhatiannya. Bahkan
di Indonesia (sekarang) barangkali tengah digandrungi.
Namun
ada pula sisi yang berbeda dalam Rumah Kertas kepunyaan Dominguez ini, yakni
porsi dialog yang hampir terpenuhi dalam satu bab (red: bab 3). Porsi inilah
yang tidak sepenuhnya terdapat dalam teks-teks Marquez, maupun Borges.
Sebagai
penutup, barangkali saya akan mengutip kalimat awal saya. Menurut saya Rumah
Kertas merupakan cerita yang begitu ugahari dari Dominguez (namun disisi lain,
entah adanya kedekatan peritiwa atau yang saya sebutkan diatas). Saya pikir
buku ini pun cukup kaya dalam menawarkan alternatif, baik sebagai pembaca, pengkoleksi,
maupun hal-hal lainnya melalui beragam keunikan bahkan kegilaan dalam
peristiwa-peristiwa yang barangkali akan anda (pembaca) ingat seumur hidup.
Pustaka
Carlos Maria Dominguez.
Rumah Kertas. (Marjin Kiri. 2016)
Gabriel Garcia Marquez.
Para Pelacurku yang Sendu. (Circa. 2016)
__________. Seratus
Tahun Kesunyian. (Bentang. 2007)
Jorge Luis Borges. Parabel Cervantes dan Don Quixote.
(Gambang. 2016)
Maman
S Mahayana. Bermain dengan Cerpen.
(GM. 2006)
*mahasiswa sastra UNJ, bergiat di komunitas tembok dan redaktur buletin sastra Stomata. beberapa cerpennya termaktub dalam antologi Desas-desus Tentang Kencing Sembarangan (2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar